Rabu, 23 November 2011

Bhava-Rasa, Estetika India berumah di Jawa

Di India, estetika merupakan perdebatan yang sangat panjang. Sekitar abad ke-5 Masehi pemikiran tentang keindahan dikemukakan oleh Bharata dalam buku Natyasastra (Kitab tentang Pentas). Bharata membicarakan seluk-beluk batin manusia beserta gelombang emosinya.

Bhava ---- emosi
Rasa----- dari kata ras (sansekerta) artinya:berteriak, bergema, berkumandang

Rasa – sesuatu yang dicerap oleh indera, dalam hal ini lidah.

Ada delapan bhava rasa




Penikmatan:
Penikmat menemukan sesuatu pengetahuan yang baru
Penikmat merasa terpesona sehingga melupakan masalah praktis sehari-hari.
Penikmat terlibat secara total



Tugas:

Buatlah laporan tertulis HARDCOPY berupa satuan naratif yang dilanjutkan dengan deskripsi Bhava Rasa pada salah satu karya seni pertunjukkan: wayang kulit, wayang orang, kethoprak, atau film India.

24 komentar:

  1. Nama : Candi Asri Dewi
    NIM : 2611411011

    Menganalisis Wayang
    Judul wayang : Dewa Ruci

    Dalam cerita Dewa Ruci terdapat 8 bhava rasa, yaitu :
    1. Kenikmatan
    Dalam cerita Dewa Ruci terdapat rasa kenikmatan saat Bratasena masuk ke dalam raga Dewa Ruci untuk mencari jati dirinya saat mencari Tirta Pawitra di dalam Samudra.
    2. Humor
    Terdapat humor saat Semar memberikan pembelajaran kepada Petruk, Gareng, dan Bagong mengenai bahwa “ilmu iku kalakone kanthi laku”.
    3. Kesedihan
    Terdapat rasa sedih saat Kunthi (ibu Bratasena) berat untuk merelakan Bratasena pergi untuk mencari ilmu.
    4. Kemarahan
    Ada rasa kemarahan terdapat saat Sengkuni memarahi Drona karena membiarkan Bratasena mencari ilmu, dan Drona tidak menjerumuskan Bratasena.
    5. Keberanian
    Terdapat keberanian saat Bratasena untuk mencari arti dari Kayu Gung Susuhing Angin di Gunung Candramuka dan mencari Tirta Pawitra hingga berhadapan dengan 2 raksasa saat di Gunung Candramuka, dan bertengkar dengan ular saat di Samudra.
    6. Ketakutan
    Terdapat rasa ketakutan pada Permadi saat dia tahu bahwa lewat dari tengah hari dan ternyata Bratasena belum pulang, segeralah dia meminta kepada Drona untuk menyusul Bratasena.
    7. Keheranan
    Terdapat saat Anoman mengetahui brtapa besarnya niat Bratasena untuk mencari ilmu, yang sebelumnya Anoman telah mencoba menghalangi Bratasena dengan bertengkar dengan Bratasena.
    8. Ketegangan
    Saat di Gunung Candramuka Bratasena dihadang 2 raksasa dengan perang hebat , yang akhirnya dimenangkan oleh Bratasena, kemudian 2 raksasa itu berubah dan ternyata 2 raksasa itu adalah jelmaan dari Bayu dan Indra. Dan Bratasena diberi cincin Sesotya Mustika Manik Candrama.

    BalasHapus
  2. Nama : Yusuf Saputra
    NIM : 2611411016


    BHAVA RASA
    Humor : Ketika Bagong, Petruk, Gareng menghadap Semar guna untuk meminta diajarkan ilmu.
    Kesedihan : Terjadi ketika Dewi Kunti tak kuasa melepas Bratasena untuk mencari ilmu.

    Kenikmatan : Terjadi ketika Bratasena masuk kedalam samudra.

    Ketakutan : Ibunya takut kehilangan Bratasena ketika Bratasena meminta ijin pergi kepada ibunya.

    Keheranan : Bratasena yakin mencari ilmu supaya dapat menyelesaikan masalah saudaranya.

    Keberanian : Dipuncak Gunung Candra Muka, Bratasena mencari kayu Gungsusuling Angin.

    Ketenangan : Niat yang besar akan terlaksana apabila disertai dengan pengaturan nafas. Hening pikiran mengendapnya panca indra dan tenangnya rasa.

    Kemarahan : Ketika bratasena mencari ilmu, Sengkuni marah mengetahui hal itu.

    Kejijikan : -

    BalasHapus
  3. Farah Nur Afini
    Nim.2611411018

    ANALISIS PAGELARAN WAYANG
    WAYANG “DEWA RUCI”
    Oleh : Ki Manteb Soedharsono
    Pagelaran wayang ini menceritakan tentang perjalanan dan perjuangan Bratasena sebagai ksatriya sejati dalam menemukan jati dirinya demi mencapai ketentraman hidup yang sesungguhnya. Yaitu ketentraman dan ketenangan hati yang hanya bisa dicapai dengan niat yang besar, tekad yang kuat, perbuatan yang baik, dan jiwa yang suci.
    Lakon “Dewa Ruci” ini mengajarkan kepada kita bagaimana menjadi insan yang mulia dihadapan Tuhan Yang Maha Esa dengan cara mengalahkan hawa nafsu dan jiwa angkara murka yang ada di dalam diri setiap manusia. Yakni bahwa setiap kejahatan akan dikalahkan oleh kebaikan, dan bahwa orang yang menuntut ilmu wajib menanamkan kesungguhan dalam hatinya serta mengamalkan ilmu yang telah ia dapatkan dalam proses pembelajarannya.

    BalasHapus
  4. ANALISIS WAYANG “DEWA RUCI” BERDASARKAN BHAVA-RASA

    Bhava merupakan emosi/hal yang ditampilkan oleh para tokoh, sedangkan rasa adalah respon/kesan yang diterima oleh penikmat atau penonton. Analisis berdasarkan hal tersebut berdasarkan lakon wayang “Dewa Ruci” diantaranya :

    * Bhava rati/kenikmatan dan rasa srngara/erotis. Dalam hal ini, bhava rati dan rasa srngara dapat dirasakan dalam adegan ketika Bratasena bertemu Dewa Ruci yang sejatinya adalah cerminan jiwanya sendiri, yaitu ketika Bratasena berada dalam Guwa Garba di samudera Minangkalbu.
    * Bhava hasa/humor dan rasa hasya/lucu. Ini dirasakan dalam adegan ketika tokoh punokawan muncul dan berbicara satu sama lain.
    * Bhava soka/kesedihan dan rasa karuna/haru. Dapat dirasakan ketika Dewi Kunthi hendak melepas kepergian Bratasena yang kukuh pendiriannya ingin mencari Tirta Pawitra berdasarkan petunjuk dari gurunya Drona.
    * Bhava krodha/kemarahan dan rasa raudra/ngeri. Dirasakan ketika adegan Bratasena bertarung dengan dua raksasa di gunung Candramuka dan ketika adegan bertarungnya Hanoman dengan Kartamarma untuk menghalanginya merebut Begawan Drona dari tangan Bratasena.
    * Bhava utsaha/keberanian dan rasa vira/heroik. Bhava dan rasa ini terlihat dalam adegan ketika Bratasena selesai bertarung dengan dua raksasa di gunung Candramuka yang ternyata merupakan jelmaan dari Dewa Indra yang berterimakasih kepadanya karena telah dibebaskan dari penderitaan berupa kutukan.
    * Bhava bhaya/ketakutan dan rasa bhayanaka/takut. Kedua hal ini dapat dirasakan ketika Bratasena hendak masuk ke dalam lautan/samudera Minangkalbu.
    * Bhava jugupsa/kejijikan dan rasa vibhatsa/muak. Bhava dan rasa ini dapat kita rasakan ketika kita melihat betapa liciknya Sengkuni dan Drona yang memiliki rencana buruk terhadap Bratasena.
    * Bhava vismaya/keheranan dan rasa adbutha/takjub. Ini dapat kita temukan pada adegan ketika Bratasena berhasil mendapatkan apa yang ia inginkan, yaitu berhasil mengetahui arti dari “Kayu Gung Susuhing Angin” dan “Tirta Pawitra” yang merupakan tugas dari gurunya dan ketika Bratasena akhirnya menjelma menjadi Bimasuci.


    KESIMPULAN
    Dari kedelapan Bhava-Rasa yang telah dianalisis, maka sebagai penikmat kita dapat mengetahui dan merasakan gabungan dari keseluruhannya yaitu “Bhava Nirveda/Samaveda yang artinya ketenangan dan Rasa Santa yang artinya gembira” seperti yang dapat kita lihat pada adegan pagelaran wayang DEWA RUCI yang terakhir yaitu ketika sang Bimasuci yang telah menyelesaikan semua tugasnya dan berterimakasih kepada gurunya.

    BalasHapus
  5. Lilis Nawati (2611411013)

    ( Menganalisis Wayang Berdasarkan Bhava Rasa )

    DEWA RUCI
    (Ki Manteb Soedharsono)
    Pada cerita wayang pastinya mengandung bhava dan rasa, salah satunya cerita wayang dewa ruci. Dimana pengertian bhava yakni sesuaru yang ditampilkan aktor. Sedangkan rasa yakni sesuatu yang diterima penonton.

    1. Bhava Rati dan Rasa Srngara yang berarti Kenukmatan.
    Yakni ketika bratasena masuk kedalam tubuh dewa ruci, disitu bratasena merasa kenikmatan dan kenikkmatan itu dirasakan penonton.

    2. Bhava Hasa dan Rasa Hasya yang berarti Humor.
    Bhava Hasa muncul ketika sengkuni ( adik drona ) hendak ngumpet ia terbentur selain itu adegan punakawan yang jenaka.

    3. Bhava Soka dan Rasa Karuna yang berarti Haru
    Bhava Soka muncul ketika bratasena harus ditinggal kedua orang tuanya ( pandu dan madrim ) kedalam kawah candra dimuka dan ketika bratasena meminta restu kepada ibunya (kunti) saat ia hendak pergi ke samudra untuuk mencari air kesucian.

    4. Bhava Krodha dan Rasa Raudra yang berarti Kemarahan
    Bhava Krodha muncul ketika ayah dan ibunya harus dimasukan kekawah candradimuka, sehingga bratasena mencari berbagai cara agar nasibnya tidak seperti mereka.

    5. Bhava Utsaha dan Rasa Vira yang berarti Keberanian
    Bhava Utsaha muncul ketika bratasena melawan dua raksasa ketika ia hendak mencari kayu gung sesuhing angin yang berada dipuncak candradimuka dan ketika bratasena melawan ular-ular saat ia hendak mencari air kesucian di samudra.




    6. Bhava Bhaya dan Rasa Bhayanaka yang berarti Ketakutan
    Bhava Bhaya muncul ketika bratasena hendak pergi kesamudra ia dihadag oleh saudaranya, karena ia takut dengan keselamatan adiknya.

    7. Bhava Vismaya dan Rasa Adbutha yang berarti Keheranan
    Bhava Vismaya muncul ketika bratasena berhasil kembali ketika disuruh gurunya mencari kayu gung sesuhing angin padahal tempat itu sangat angker dan ketika bratasena berhasil kembali dari samudra.

    8. Bhava jugupsa dan Rasa Vibatsha yang berarti Kejijikan
    Bhava Jugupsha dalam cerita wayang dewa ruci menurut saya tidak ada.

    9. Bhava Nirveda dan Rasa Santa yang berarti Ketenangan
    Bhava nirveda dalam cerita wayang dewa ruci menurut saya sama dengan Bhava Rati yaitu pada saat bratasena masuk kedalam tubuh dewa ruci.

    BalasHapus
  6. Nama : Siti Fatimah
    NIM : 2611411010
    Prodi : Sastra Jawa

    DEWA RUCI
    Didalam kisah Dewa Ruci menceritakan tentang kegigihan seorang yang di gambarkan dengan sosok Bratasena, beliau mempunyai niat yang sangat kuat untuk mendapatkan air yang bisa mensucikan dirinya, dengan usaha semaksimal mungkin akhirna beliau mndapatkan kesucian diri.
    Dari kisah Dewa Ruci dalam pewayangan kita dapat mengetahui bhava-rasa sebagai berikut :
    1. Singara / rati ( Kenikmatan ) dan Santa / Nirvedal ( ketenangan )
    Rasa kenikmatan dan ketenangan di dapat ketika Bratasena berada di dalam rongga perut Dewa Ruci, ia melihat samudra besar lagi luas, tidak bertepi, tanpa batas. Beliau merasa senang, tenang hingga tidak mau keluar dari rongga perut sang Dewa. Begitu pila dengan kehidupan kita, kita akan merasakan ketenangan, kegembiraan, dan kenikmatan ketika kita mendapatkan hasil yang telah kita usahakan dengan sungguh - sungguh. hal tersebut dapat kita lihat dalam gambar di bawah ini

    2. Hasya / hasa ( lucu / humor )
    Dalam kisah Dewa Ruci ditunjukkan lakon Semar, Gareng, Petruk, Bagong, kemunculan empat lakon tersebut menunjukkan humor di sebuah cerita atau kisah pewayangan, itu menandakan bahwa, hidup terkadang harus diselingi dengan humor agar tidak terlalu menekan kehidupan kita. Lihat gambar di bawah ini:

    3. Karuna / soka ( haru / kesedihan )
    Kesedihan dan haru dapat kita ketika Bratasena berpamitan dengan ibu dan saudaranya untuk mencari air suci.

    4. Raudra / krodha ( kemarahan )
    Kemaraha terlihat ketika Bratasena di hadang oleh kakaknya, tidak diperbolehkan untuk mencari air suci di dasar laut.

    5. Vira / utsaha ( keberanian )
    Keberanian ada karena ada tekad yang kuat, Bratasena memiliki keberanian untuk mendapatka apa yang diperintahkan oleh guru Durno, dengan melewati hutan, gunung yang amat sangat angker hingga masuk ke dasar laut.

    6. Bhayanaka / Bhaya ( Ketakutan )
    Mengingat Bratasena adlah menusia biasa maka sekilas masih merasa takut, meliat air menggulung tinggi, halilintar menyambar tapi seketika sirna dengan tekad yang kuat.

    7. Adbutha / vismaya ( keheranan )
    Setelah bertemu dengan Dewa Ruci, Bratasena disuruh masuk kedalam rongga perut Dewa Ruci, Bratasena heran mendengar perintah dewa Ruci. Ia harus masuk melalui jalan mana, bukankah dewa ruci lebih kecil daripada Bratasena.

    BalasHapus
  7. Nama : Aini Machmudah
    NIM : 2611411004
    8 KONSEP BHAVA RASA
    Dalam Pagelaran Wayang Lakon Dewa Ruci
    Bhava rasa merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan untuk menikmati karya sastra melalui unsur estetika (keindahan) yang nampak secara keseluruhan.
    Dalam hal ini pagelaran wayang merupakan salah satu objek kajian yang memiliki nilai estetis tinggi yang kesemuanya itu dapat dinikmati dengan 8 bhava rasa. Begitu pula dalam pagelaran dewa ruci . 8 bhava rasa yang dapat dianalisis diantaranya:
    1. Rati/Smgara (Kenikmatan)
    Atas petunjuk Dewa Ruci , Bratasena masuk kedalam tubuhnya melalui telinga kiri , didalam tubuh Dewa Ruci, Bratasena merasakan ketenagan dan kenyamanan rasa hati yang luar biasa saat melihsat empat macam benda yang berwarna hitam, merah, kuning dan putih.

    2. Hasa/Hasya (Humor)
    Dalam lakon wayang Dewa Ruci ini humor didapat dari percakapan yang dilakukan oleh Punakawan (Semar, Gareng , Petruk , dan Bagong). Dari percakan ringan mereka selain berisi humor , juga berisi wejangan atau petuah yang bernilai luhur yang selalu menjunjung tatakelakuan dan tata krama dengan sifat khas dari masing-masing tokoh punakawan .Terlihat jelas bahwa punakawan merupakn kawula yang mempunyai sifat luhur dibalik sifat mereka yang “mbenjani”,contohnya mereka senantiasa mendo’akan keselamatan Bratasena agar mampu melewati perjalanan untuk memperoleh ketenangan jiwa dan kebenaran yang sesungguhnya, dengan diselipi berbagai tingkah lucu dan sifat-sifat yang khas.

    3. Saka/Karuna (Kesedinan)
    Nampak saat Kunti,ibu pandawa dan Bratsena melepas putranya yang menghadang maut untuk memperoleh jati diri . Ini merupakn wujud kasih sayang seorang ibu terhadap putranya yang tak tahu akan kembali dengan selamat atau tidak.

    4. Krodha/Raudra (kemarahan)
    Nampak saat Sengkuni paman Kurawa mencoba menagih janji kepada Drona yang telah berjanji untuk menjerumuskan para pandawa termasuk Bratasena yang dianggap mengancam kelangsungan hidup dan pemerintahan keluarga kurawa.

    5. Usaha / Vira (Keberanian)
    Terlihat jelas pada sifat dan keteguhan hati serta niat tulus Bratasena yang tak gentar sedikitpun menghadapi berbagai rintangan yang senantiasa menghadangnya saat mencari apa yang di sampaikan gurunya walaupun ia tahu bahwa hal tersebut sangatlah berbahaya tetapi dengan tekat dan keberanianya yang luar biasa yang mampu membawanya menuju kemulian dan kesucian diri.

    6. Bhaya / Bhayanaka (ketakutan)
    Nampak pada adegan saat dewi Kunti ditinggal oleh Bratasena untuk memperdalam ilmu dengan gurunya Drona, dewi kunti merasa takut bila terjadi sesuatu yang buruk terhadap Bratasena

    7. Jagupsa / Vibhasta (Kejijikan)
    Dirasakan saat melihat kelicikan para Kurawa beserta pamannya sengkuni yang tega menggunakan berbagai macam cara termasuk cara-cara buruk tanpa rasa belaskasihan walaupun itu kepada saudara sepupunya sendiri (pandawa) , hal ini memberikan kesan buruk bahwa kekuasaan dan harta benar-benar dapat membutakan hati nurani dan akal fikiran.

    8. Vismaya / Albutha (keheranan)
    Keheranan muncul ketika melihat tingkah laku dan solah bowah sengkuni yang sangat licik dengan pembawaan yang aneh, disini rasa yang ditangkap oleh pembaca maupun penonton adalah rasa heran, bagaimana bisa seorang mempunyai sifat licik sampai sedemikian rupa yang kemudian kelicikan itu membuatnya menjadi gila harta dan pangkat.

    BalasHapus
  8. Uripatul Aeni 2611411005

    BHAVA DAN RASA DALAM WAYANG KULIT DEWA RUCI

    Dalam estetika timur khususnya dalam cerita Dewa Ruci pastinya ada bhava dan rasa yang dapat kita peroleh. Bhava itu sendiri berarti sesuatu yang ditampilkan oleh aktor. Dalam dunia pewayangan yakni sesuatu yang di tampilkan lakon yang dijalankan oleh dalang. Sedangkan rasa yakni sesuatu yang dirasakan atau diterima penonton. Ada beberapa bhava dan rasa dalam estetika timur.
    1. Bhava rati (kenikmatan) dan rasa srngra (erotis)
    Rati dalam wayang kult dewa ruci salah satunya ditampilkan oleh lakon Bratasena. Bratasena merasakan kenikmatan ketika ia kasuk ke dalam tubuh dewa ruci. Dalam adegan ini, bhava nirveda atau samaveda (ketenangan) pun dirasakan oleh Bratasena. Jadi dalam adegan ini ditunjukan dua bhava sekaligus.
    2. Bhava hasa (humor) dan rasa hasya (lucu)
    Bhava humor yang ditampilkan dalam wayang kulit dewa ruci, yakni salah satunya adegan sengkuni (adik drona) ketika hendak ngumpet. Selain itu, ada adegan punakawan. Mereka menjawab pertanyaan rama (semar) dengan bahasa yang berbeda-beda.
    3. Bhava soka (kesedihan) dan rasa karuna (haru atau sedih)
    Bhava soka ini salah satunya adegan ketika Bratasena harus ditinggalkan kedua orang tuanya (Pandu dan Madri) yang masuk ke dalam kawah candra dimuka.
    4. Bhava krodha (kemarahan) dan rasa raudra (ngeri atau ramah)
    Bhava ini salah satunya ditunjukan oleh lakon Prabu Duryodana. Ia mempunyai rasa marah sekaligus benci terhadap Bratasena. Adegan ini memang tidak secara langsung ditampilkan. Akan tetapi, hal ini tergambar jelas karena perintahnya terhadap Sengkuni untuk menyuruh Drona menjerumuskan Bratasena
    5. Bhava utsaha (keberanian) dan rasa vira (antusias atau heroik)
    Bhava keberanian ini tergambar jelas oleh lakon Bratasena, salah satu keberaniannya yakni ketuika ia pergi ke puncak gunung candra dimuka untuk mencari kayu gung susuhing angin. Padahal ia tidak tahu keadaan puncak gunung tersebut dan sebenarnya puncak gunung tersebut sangat berbahaya dan angker. Terlebih ketika ia menghadapi dua raksasa yang merupakan jelmaan dewa indra dan dewa bayu.
    6. Bhava bhaya (ketakutan) dan rasa bhayanaka
    Bhava ini salah satunya ditampilkan oleh lakon kunti. Ia ketakutan akan keselamatan putranya (Bratasena) yang hendak pergi menuju samudra minangkalbu untuk mencari tirta pawitra.
    7. Bhava vismaya (keheranan) dan rasa adbutha
    Bhava vismaya dalam wayang dewa ruci salah satunya ditampilkan oleh Drona (guru Bratasena) ia keheranan terhadap Bratasena muridnya, karena ia mampu melewati perjalanan di puncak gunung candra dimuka dalam mencari kayu susuhing angin dan perjalanan ke samudra minangkalbu. Padahal gunung candra dimuka sangat angker dan juga begitu banyak serangan di samudra minangkalbu.
    8. Bhava jugupsa (kejijikan) dan rasa vibhatsa
    Bhava ini salah satunya ditampilkan oleh Drona. Ia menunjukan sifat kejijikannya terhadap sifat sengkuni (adik Drona) yang mempunyai sifat mempunyai keduniawian. Penggambaran sifat drona terhadap adiknya ini hanya sebatas jijik, bukan benci.
    9. Bhava nirveda atau samaveda (ketenangan) dan rasa santa
    Telah dijelaskan pada bhava yang pertama, yakni bhava rati. Salah satu lakon yang menampilkan bhava ini, yakni Bratasena. Bratasena masuk ke dalam tubuh dewa ruci.

    Di atas telah dijelaskan beberapa contoh bhava. Adegan-adegan para lakon yang mereka tampilkan berupa bhava. Hal itupun dirasakan oleh para penonton, pembaca dan penikmat yang berupa rasa

    BalasHapus
  9. NAMA : AHMAD ALFAN RIZKA ALHAMAMI
    NIM : 2611411014

    PERTUNJUKAN WAYANG
    LAKON : DEWA RUCI
    BHAVA

    1. Kenikmatan
    Saat petarungan Bratasena dengan Buta Kembar dan Anoman
    a. Pertarungan Bratasena dengan Buta kembar
    b. Pertarungan Bratasena dengan Anoman

    2. Humor
    Adegan Gara-gara, ketika punakawan muncul

    3. Kesedihan
    Saat adegan Bratasena meminta izin kepada ibunya Dewi Kunti dan saat Dewi kunti dan anak-anaknya memohon kepada dewa agar bratasena selamat
    a. Bratasena meminta izin kepada Dewi Kunti
    b. Dewi Kunti dan saudara Bratasena Memohon kepada Dewa


    4. Kemarahan
    Saat Sengkuni meminta kepada Drona untuk mencelakakan Bratasena

    5. Keberanian
    Bratasena yang bertekad mencari ilmu dengan mematuhi perintah guru Drona
    a. Mencari Kayu Gung Susuhing Angin di gunung Candramuka

    b. Bratasena ke samudra untuk mencari air Tirtapawitra


    6. Ketakutan
    Saat Bratasena akan masuk ke samudra


    7. Keheranan
    Saat Buta kembar berubah menjadi dewa dan saat Anoman menghadang Bratasena
    a. Buta kembar jadi Dewa Indra dan Bayu
    b. Anoman mengajak saudaranya menghadang Bratasena

    8. Ketegangan

    Saat ular datang melilit Bratasena

    BalasHapus
  10. NAMA : ANA SHOFIANA
    NIM : 2611411020
    ROMBEL : 1 (SATU)
    PRODI : SASTRA JAWA

    BHAVA RASA (DEWA RUCI)

     Kenikmatan (Rati)
    Ketika Bratasena merasakan sebuah keheningan fikiran serta merasakan sebuahbketenangan dalam rasa, disitu Bratasena merasakan sebuah kenikamatan batin yang diinginkan oleh dirinya.

     Humor (Hasa)
    Ketika Semar bersama dengan Gareng, Petruk, dan Bagong membahas mengenai bratasena dalam pencarian Gung Susuhing Angin, kemudian membahas perkara tembang pocung.

     Kesedihan (Soka)
    Madrim merasa sangat sedih ketika dirinyua akan ditinggalkan oleh Pandu, saat Pandu disuruh untuk masuk kedalam kawah Candra Dimuka, kesedihannya semakin tak tertahankan.

     Kemarahan (Krodha)
    Sengkuni marah kepada Dahyang Drona karena ia merasa kalau Dahyang Drona telah menganak emaskan Pandawa, terutama Bratasena karena telah memberitahukan mengenai Kayu Gung Susuhing Angin di Puncak Gunung Candradimuka, padahal Prabu Duryudana memerintahkannya supaya menjerumuskan Bratasena, namun sebenarnya di Puncak Gunung Candradimuka itu sangatlah angker.

     Keberanian (Utsaha)
    Bratasena tidak ingin kehidupannya seperti ayahnya, maka dari itu dia mencari tau cara apa saja yang bisa dilakukan. Akhirnya dia bertemu dengan Dahyang Drona, ia disuruh mencari Kayu Gung Susuhing Angin yang ada di puncvak Gunung Candradimuka, meski tempat tersebut sangatlah angker, tap Bratasena tetap maju dengan keberaniannya.

     Keheranan (Visimaya)
    Ketika Bratasena disuruh Dewa Rucibatau Marbudyengrat untuk masuk kedalam dirinya, padahal Dewa Ruci sangatlah kecil, ia merasa tidak mungkin.

     Ketenangan (Nirveda/Samaveda)
    Bratasena merasakan sebuah ketenangan saat dirinya masuk dan berada didalam diri Dewa Ruci, ia menemukan sebuah kenikmatan yang begitu aman, sejahtera dan bermanfaat segalanya.

    BalasHapus
  11. NAMA : ARIFUDIN
    NIM : 2611411009

    TUGAS MENGANALISIS
    “WAYANG LAKON DEWA RUCI”

    1. Rati (kenikmatan)
    Setelah melihat wayang lakon dewa ruci menurut saya sisi kenikmatanya ada beberapa hal yang dapat kita rasakan dianataranya gerakan-gerakan para tokoh dalam pewayangan tersebut. Cara berbicara dari masing-masing tokoh,efek-efek yang ditimbulkan dalam wayang lakon dewa ruci sangat bagus dan menarik perhatian mata kita untuk melihatnya, dan selain dari aspek itu saja kenikmatan juga disajikan yaitu ketika kita dapat mebngambil salah satu nilai positif dari watak Bratasena yang berani mencari ilmu jatidiri tanpa takut terhalangi oleh apapun,itu semua dilakukan atas wujud kesetiaan kepada gurunya.
    2. Hasa (Humor)
    Tidak sedikit adegan humor yang ada dalam wayang lakon dewa ruci namun ada satu aegan yang dapat membuat kita sedikit tertawa dan tersenyum yaitu ketika para punokawan (Bagong,Semar,Petruk,Gareng) keluar. Gerakan-gerakan yang mereka perlihatkan dapat membuat kita tertawa, selain itu dari cara berbicara juga dapat mengundang kelucuan. Pada saat adegan itu,terlihat bahwa Semar menasehati gareng, Petruk, dan Bagong tentang kegunaan kita mempunyai ilmu atau bagaimana kita mencari ilmu yang baik dan benar serta dapat mengamalkanya.
    3. Soka (Kesedihan)
    Adegan diawal pertunjukan wayang lakon dewa ruci ini sudah menunjukan kesedihan, dimana ketika bratasena menyadari atau menerima kenyataan kalau ayahnya yaitu Pandu dan ibunya Kuntidimasukan kedalam kawah gunung Candradimuka, itu semua membuat bratasena sedih dan terpukul akan kejadian itu. Selain adegan kesedihan diawal terseupada t, pertengahan lakon dewa ruci yaitu ketika ibu dari Bratasena (Kunti) tidak rela anaknya mencari ilmu kebatinan dan belum siap kehilangan bratasena, itu semua menggambarkan betapa sayangnya seorang ibu kepada anakanya.
    4. Krodha (Kemarahan)
    Merasa adiknya dalam bahaya, kakak Bratasena mengajak saudara-saudaranya yaitu Bayu, kakak Maenaka, Jajag werta, dan Gajah situbanda untuk mengahalangi kepergian Bratasena, namun mereka hanya menguji tekad dan keberanian Bratasena.

    BalasHapus
  12. 5. Utsana (Keberanian)
    Beberapa adegan yang menunjukan keberanian :
    • Ketika bratasena berantem melawan raksasa dignung Candradimuka raksas tersebut ternyata jelmaan dari Betara Bayu dan Indra, mereka menguji seberapa besar keberanian Bratasena. Dalam pertempuran itu Bratasena berhasilberhasil mengalahkan kedua raksas itu dan berhasil pula membebaskan Batara bayu dan Indra dari kutukan sebagai raksasa, lalu sebagai tanda terimakasih Batara bayu dan Indra maka mereka memberikan cincin kepada Bratasena sebagai tanda terimakasih karena Bratasena sudah membebaskan mereka dari kutukan menjadi raksasa.
    • Pada saat Bratasena akan memasuki samudra, Bratasena berdiri kokoh bagai tugu, melihat luasanya lautan seolah tanpa tepi, air gelombang bergulung setinggi gunung mengemuruh, saat itu mega menutupi matahrai, kilat menyambar dan suara halilintar, membuat hati Bratasena takut,mengingat Bratasena merupakan manusia biasa, maka sekilas masih merasakan takut. Namun segera rasa itu disinggikrakn dengan kuatanya tekad untuk masuk kedalam dasar samudra walau harus mati sebagai manusia utama. Dalam samudra Bratasena dililit 2 ular sebesar pohon tal dan menyambar petir. Terjadi pertarungan antara Bratsena dan ular yang besar itu, Bratsena berhasil memenangkan pertarungan itu.
    6. Bhaya (Ketakutan)
    Adegan dimana yang menunjukan rasa ketakutan yaitu dimana ketika ibu Bratsena tidak merelakan Bratasena pergi karena merasa tidak ingin kehilangan Bratsena namun Bratsena Berkata kepada ibunya “sudah relakan aku, kalau memang aku harus mati, aku bukan milikmu tetapi milik tuhan”. Selain itu ada adegan juga yang menujukan rasa ketakutan ketika Puntadewa permadi juga merasakan takut kehilngan Bratasena. Namun ibunya yaitu Kunti meminta supaya mereka berdoa agar Bratasena mendapat keselamatan.


    7. Vismaya (Keheranan)
    Ketika Bratasena menanyakan bagaimana jalan menuju kesempurnaan dan kebahagiaan hidup Dewa Ruci menyuruhnya masuk kedalam tubuhnya yaitu didalam gua garbanya dewa ruci. Gua garba artinya bayi yang masih suci sehingga bratsena sudah menjadi manusia suci lahir dan batin. Seketika itu dia merasakan kenikmatan “Merasa puas hatiku brada ditempat luas tanpa batas, tentram tanpa kesedihan” dan Bratasena ingin berada dalam gua garbanya dewa ruci selamanya. Namun Bratasena keluar dari tubuh Dewa Ruci.

    BalasHapus
  13. Nama : Dzulfiqar Ade Fadjri
    NIM : 2611411015

    Dalang : Ki Mantep Sudharsana
    Judul : Dewa Ruci

    Kisah ini sebagian besar menceritakan sebuah perjuangan Bratasena mencari ilmu dan kekuatan. Dari kisahnya kita bisa memetik hikmah yang ada dalam cerita itu, betapa sulitnya sebuah perjalanan dalam mencari ilmu dan amanat yang di berikan kepada kita betapa sulitnya kita gapai dan ada saja halangannya.
    Berikut ini adalah Bhava-Rasa yang ada dalam cerita itu:
    1.Rati adalah kenikmatan
    Saat Bratasena masuk kedalam samudra atau ke dasar laut mencari Tirta Pawitra.
    2.Hasa adalah humor
    Saat punakawan menghadap ramanya, mereka di ajarkan tentang mencari ilmu.
    3.Soka adalah kesedihan
    Sang ibu sepertinya tidak merelakan Bratasena pergi dalam perjuangannya mencari ilmu dan kekuatan.
    4.Krodha adalah kemarahan
    Sengkuni mengetahui bahwa Bratasena sedang pergi bersama Resi Drona. Dalam pertemuan itu, Resi Drona menyuruh/memberikan saran kepada Werkudara untuk mencari Pohon Gung Susuhing Angin yang berada di kawah Candradimuka. Tidak lama kemudian, Werkudara langsung berangkat, dan pada saat itu juga Sengkuni, tahu dan bertanya kepada Drona tentang apa yang diperintahkannya kepada Werkudara. Drona menjawab kepada Sengkuni, bahwa ia memerintahkan kepada Werkudara supaya mencari Pohon Gung Susuhing Angin. Dronapun mengatakan bahwa ia telah menjerumuskan Bratasena.

    5.Utsaha adalah keberanian
    Saat Resi Drona memerintahkan supaya mencari air kesucian (Tirta Pawitra) yang berada di dalam samudra minangkalbu. Bratasena pun langsung berangkat.
    Bratasena meminta ijin kepada ibunya, Kunthi, untuk mencari air tersebut, tetapi oleh ibunya dihalangi. Dengan tekad yang kuat, Bratasena tidak menghiraukan perkataan ibunya.
    6.Bhaya adalah ketakutan
    Saat Permadi bertemu dengan Drona menanyakan keberadaan Bratasena, dan sesuai dengan janji Drona, bahwa jika sampai tengah hari Bratasena belum kembali, Drona akan menyusulnya. Berangkatlah Drona mencari Bratasena yang pada akhirnya ditemukan di laut. Setelah itu, Dronapun berbicara dengan keponakannya di dasar laut. Ia berjanji bahwa ia akan melakukan apa saja untuk menjaga Bratasena.
    7.Vismaya adalah keheranan
    Saat Werkudara memporak – porandakan hutan dan tiba – tiba dihadang oleh dua raksasa, kemudian mereka berperang, dan pada akhirnya kedua raksasa itu berubah wujud menjadi Batara Indra dan Batara Bayu. Kedua Bathara itupun mengucapkan terima kasih kepada Werkudara. Werkudara bertanya kepada kedua raksasa itu, apa maksud dari ucapan terima kasih tersebut, kemudian kedua raksasa itu menjawab bahwa itu hanya sebagai perumpamaan bahwa, sesuatu yang jahat dapat dikalahkan oleh ketulusan hati dan beribadah/doa.
    8.Dirveda adalah ketegangan
    Saat Bratasena masuk ke dalam tubuh Dewa Ruci.

    BalasHapus
  14. Nama : Afiliasi Ilafi
    NIM : 2611411001

    ANALISIS PEWAYANGAN DEWA RUCI
    Sepenggal kisah dari lakon Ki Nartosabdho - Dewa Ruci

    Sang Bima nyemplung di samudra nan ganas mengikuti perintah gurunya, Begawan Durna, untuk mencari “air kehidupan” guna menggapai kesempurnaan hidup, Tirta Pawitra Mahening Suci. Badan terombang-ambing dihempas dan diterjang ganas ombak, seolah kapas dipermainkan tiupan angin kencang di angkasa nan maha luas. Werkudara sudah pasrah akan nasib dirinya. Namun tekadnya sungguh luar biasa, tidak goyah oleh kondisi tubuh yang makin lemah.
    Tiba-tiba dihadapannya, muncullah seekor naga yang luar biasa besarnya menghadang laju Bima. Kyai Nabat Nawa, naga raksasa itu, langsung menyerang sosok kecil dihadapannya dan menggigit betis Adik Yudhistira itu. Belum cukup dengan itu, diraihnya badan Werkudara untuk dibelit dengan maksud menghancurkan raga manusia yang menjadi mangsanya.

    Namun badan Werkudara tidak ikut hancur karena tekadnya tidak lantas luntur. Semangatnya untuk mengabdi kepada guru begitu kuat mengalahkan rasa sakit serta rasa lelah yang sangat. Dikerahkan segala upaya, dikumpulkan seluruh tenaga untuk melepas himpitan naga. Berhasil ! Seketika kemudian Bima melesat menuju leher sang naga untuk ditikam dengan kuku Pancanaka.
    Raung kesakitan yang memekakan telinga mengiringi jatuhnya sang naga. Mengiringi kematian badan raksasa itu hingga mengambang memenuhi pandangan. Disekelilingnya, air laut memerah oleh darah.
    Werkudara begitu lelah. Sudah hilang kesadarannya. Serasa jiwa melayang, tidak ingat apakah masih hidup atau sudah tiada. Cukup lama jiwa sang ksatria itu melanglang tak tentu rimba.
    Hingga saat tersadar, betapa terkejut Bima ketika dirinya merasa menginjak tanah, menapak kembali kehidupan. Pandangannya melihat bahwa dirinya berada dalam suatu pulau kecil ditengah lautan luas di dasar samudra itu. Alangkah indahnya pulau itu yang disinari oleh cahaya-cahaya kemilau menghiasi nuansa sekeliling.
    Saat rasa begitu terbuai oleh ketakjuban, tiba-tiba Bima semakin dikejutkan oleh datangnya Bocah Bajang yang diiringi oleh cahaya yang mengalahkan cahaya yang ada. Cahaya diatas Cahaya. Bojah Bajang itu sungguh kecil, terlalu kecil bila dibandingkan dengan perawakan Bima. Bocah Bajang berjalan perlahan menghampirinya.
    “Aku sungguh heran sekali, sepertinya sudah saatnya kematian menjemputku. Sama sekali aku tidak merasakan kehidupan lagi. Namun saat kutelusuri pandangan ke badan sampai ke ujung kaki, ternyata aku masih menyentuh bumi. Hilang wujudnya naga yang menggigit pahaku, tak dinyana aku sekarang tersangkut di pulai kecil yang begitu indah. Tetumbuhan berbuah bergelantungan diselimuti cahaya. Namun terangnya cahaya tadi masih kalah dengan cahaya yang datang mengiringi Bocah Bajang menuju kesini”

    BalasHapus
  15. “Ayo mengakulah Bocah Bajang, siapa dirimu sebenarnya. Kamu bermain kesini siapa yang mengantarkan dan mengapa kamu tidak terpengaruh oleh ikan-ikan yang ganas yang sedang berpesta melahap darah naga”
    “Werkudara, Kamu jangan gampang pergi bila belum mengetahui dengan tepat tempat yang akan kamu tuju. Kamu jangan gampang makan tanpa tahu apa manfaat yang terkandung dalam makanan itu. Jangan sekali-kali berpakaian, bila tidak mengetahui bagaimana cara yang benar dalam berbusana. Ibaratnya, pernah ada seorang dari gunung yang ingin membeli emas di kota. Saat terjadi transaksi dengan pedagang, orang gunung tadi hanya diberi selembar kertas berwarna kuning yang dianggap sebagai emas murni. Maka berhati-hatilah terhadap segala sesuatu, semua tindakan harus diiringi berdasarkan ilmunya.”


    “Perkenalkan Werkudara, saya adalah Dewa Kebahagian berjuluk Sang Hyang Bathara Dewa Ruci”
    Seketika duduk bersimpuh Bima dihadapan sosok suci nan kecil itu. Seumur hidup, Bima tidak pernah “basa karma” kepada siapa-pun, bahkan kepada Bathara Guru sekalipun. Namun di hadapan sosok suci ini Bima sungguh tunduk dan sangat takjim bertutur.
    Kemudian Werkudara menjelaskan maksudnya hingga sampai diujung samudra dan bertemu dengan Dewa Ruci ini.
    Dewa ruci mengemukakan bahwa Werkudara wajib mendengarkan apa yang akan diuraikan terkait dengan apa yang sedang dicarinya :

    Apakah ilmu kesempurnaan hidup itu ? Ilmu kesempurnaan hidup ini akan diperoleh bila telah sempurna hidupnya. Hidup sudah tidak tergantung lagi kepada keinginan-keinginan dunia lagi. Kalau seandainya kehidupan manusia masih menggunakan daya panasnya matahari, daya dari semilir angin, segarnya air dan masih menginjak bumi dibawah langit, manusia belum bisa dibilang sempurna karena yang Sempurna itu hanyalah Sang Pencipta. Meskipun ada manusia yang katanya mempunyai ilmu yang linuwih, mampu melakukan ini, mengerjakan itu, pasti ada kekurangannya, ada cacatnya.
    Apakah “Tirta Pawitra Mahening Suci” itu ? Tidak akan dapat diperoleh wujud air itu dimanapun, termasuk ditempat ini. “Tirta Pawitra Mahening Suci” itu hanyalah sebuah perlambang yang harus dimengerti maksudnya.
    Tirta : air, kehidupan. Dimana ada air disitu ditemui kehidupan
    Pawitra : bening. Air bening, tidak hanya dilihat dari wujud air yang bening namun juga harus dilihat dari kegunaannya menghidupi semua makhluk, manusia, hewan dan tumbuhan.
    Mahening : dari kata Maha dan ening yang mewujudkan arti ketentraman lahir dan batin
    Suci : terhindar dari dosa

    Jelasnya, didalam menjalani hidup ini, mencarilah kehidupan yang sempurna yang mampu memberikan ketentraman lahir dan batin, mampu menghindarkan diri dari dosa-dosa yang menyelimuti dirinya untuk menggapai kesucian.
    Namun petunjuk itu belum mampu diperoleh banyak manusia dari dulu hingga kini meskipun peyunjuk itu tlah lama adanya.
    Bila ingin mengetahui hidup yang langgeng, tentram terhindar dari kegalauan dan kekecewaan, kalau sudah dapat menemukan “alam jati”. Dimanakah Alam Jati itu ? Tidak bisa dilihat oleh mata, hanya mampu dirasakan melalui cipta. Bima kemudian disuruh memasuki gua garba Dewa Ruci.
    “Duh Batara … bagaimana hamba mampu mengerti alam jati dengan memasuki badan paduka. Badan hamba begitu besar sementara Paduka begitu kecil. Bahkan, kelingking hamba saja tidak akan mampu masuk ke badan paduka.”
    “Hai Werkudara, besar mana kamu dengan jagad ? Bahkan Gunung dan samudrapun mampu saya terima. Percayalah, masuklah kamu melalui telinga kiriku.”

    BalasHapus
  16. Seketika tanpa tahu apa yang terjadi, maka Bima tiba-tiba melewati telinga Dewa Ruci dan akhirnya sampai ke gua garba Sang Dewa.
    Dan saat telah berada di gua garba Dewa Ruci, yang ditemui Bima hanyalah perasaan tentram belaka.
    “Pukulun, hamba sekarang hidup dimana ? Hamba melihat tempat yang begitu luas seakan tanpa tepi, begitu terang tanpa bayangan. Terangnya bukan karena cahaya mentari, namun sangat nyata dan indah. Hamba tidak tahu arah kiblat, mana utara selatan, mana barat timur. Pun tidak tahu apakah ini di bawah atau di atas, depan atau belakang. Hamba masih dapat melihat dengan baik, dan mendengar, namun kenapa hamba tidak melihat badan hamba sendiri. Yang hamba rasakan hanya kedamaian dan ketentraman semata. Hamba hidup di alam mana ini Pukulun ?”
    “Werkudara, kamu sekarang berada di alam yang bernama “Loka Baka”, alam kelanggengan, alam jati. Kamu dapat melihat dan mendengar dengan nyata namun tidak mampu melihat dirimu sendiri, itulah yang dinamakan Jagat Lagnyana, berada dalam alam kematian namun masih hidup, merasakan mati namun masih hidup”
    “Hamba melihat Nyala satu tapi mempunyai cahaya delapan”
    “Nyala satu cahaya delapan disebut pancamaya. Panca bukan berarti lima tapi beraneka rupa. Sedangkan delapan cahaya tadi adalah daya kehidupan lahir batin yaitu : cahaya matahari, cahaya bulan, cahaya bintang, cahaya mendung, cahaya bumi, cahaya, api, cahaya air, cahaya angin. Cahaya-cahaya itulah yang mampu menghidupi kehidupan alam”
    “Cahya mentari, bulan dan bintang mewujudkan badan halus manusia, roh. Sedangkan cahya bumi, api, air dan angin mewujudkan badan kasar manusia. Ketujuh cahya yang telah menyatu disebut wahyu nungkat gaib, satu yang samar. Namun hidup haruslah berlandaskan kepada “pramana” yang adalah atas dorongan Sang Hyang Suksma”
    “Pukulun, hamba melihat 4 cahaya 4 warna”
    “4 Cahaya dari terjadi dari hawa 4 perkara, merah adalah dorongan hawa nafsu, hitam perlambang kesentausaan namun berwatak brenggeh, kuning dorongan keinginan namun berwatak jail dan putih merupakan dorongan kesucian. Ketiga watak merah, hitam dan kuning senantiasa mengganggu watak putih yang sendirian. Kalau tidak mempunyai keteguhan sikap dalam menghadapi godaan ketiga cahya tadi maka cahya putih akan ternoda. Namun bila cahya putih tadi berjalan secara lurus dalam kebenaran, maka ketiga cahya yang lain akan menyingkir, hilang, musnah dengan sendirinya.


    “Kalau begitu, ijinkanlah hamba tinggal disini selamanya. Sebab kalau hamba kembali kealam wadag maka pasti akan menemui berbagai derita sengsara. Sementara di sini yang hamba temui dan rasakan hanyalah kedamaian dan ketentraman semata”

    BalasHapus
  17. “Werkudara, sikap yang begitu adalah salah, tidak sesuai dengan sikap satria yang harus memenuhi kewajiban di dunia dalam menegakan kebenaran dan memberantas kemungkaran. Kamu disini hanya diperlihatkan alam jati dan untuk saat ini belum saatnya kamu tinggal disini. Suatu saat nanti kamu pasti akan menikmati alam itu.”
    “Keluarlah segera kamu dari gua garba-ku untuk segera memenuhi tugas kewajiban seorang satria. Tugas pertamamu telah menanti yaitu menyelamatkan gurumu, Bagawan Durna, yang akan nglalu njebur samudra.”
    Maka berakhirlah pertemuan indah anatar Bima dengan Dewa Ruci yang mempertebal keyakinannya untuk tetap selalu berjuang memenuhi tugas kewajiban sebagai seorang manusia utama di muka bumi ini





    Analisis Dewa Ruci :

    Ø Humor
    Ketika gareng,petruk,semar dan bagong menghadap ke ayahandanya untuk meminta agar diajarkan ilmu

    Ø Kenimatan
    Pada saat Bratasena masuk ke dalam samudra

    Ø Kesedihan
    Pada saat kunti harus melepaskan Bratasena untuk mencari ilmu

    Ø Kemarahan
    Sengkuni marah ketika tahu bahwa Bratasena mau menuntut ilmu
    Ø Keberanian
    Perjalanan bratasena ketika mencari ilmu yang dimana harus melewati brbagai macam halangan

    Ø Ketakutan
    Permadi takut ketika bratasena belum pulang

    Ø Keheranan
    Bratasena menuju samudra dan anoman mencoba menghalangi tekatnya dalam mencari ilmu betapa besar kemauannya.

    Ø Ketegangan
    Ketika bratasena dihadang oleh dua raksasa dan terjadilah pertengkaran hebat lalu bratasena itu menang lalu raksasa itu berubah menjadi dewa lantas kemudian bratasena diberi hadiah sebuah cincin.

    BalasHapus
  18. Dwi Haryadi
    2611411024

    Kenimatan (Rati): ketika Bratasena masuk ke dalam samudra
    Humor (Hasa) : pada saat Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong keluar
    Kesedihan (Soka) : ketika Sengkuni merelakan Bratasena untuk pergi mencari ilmu
    Kemarahan (Krodha) : Sengkuni marah pada saat mengetahui Bratasena akan mencari ilmu
    Keberanian (Utsaha) : ketika Bratasena mencari ilmu di gunung Candradimuka dan samudra dapat melewati semua rintangan yang ada
    Ketakutan (Bhaya) : ketika Permadi menyuruh Drona untuk menyusul Bratasena namun sampai tengah hari belum kembali
    Keheranan (Vismaya) : Anoman mencoba untuk menghalangi tekat Bratasena saat mencari ilmu ke samudra sangatlah besar kemauannya
    Ketenangan (Nirveda) : saat Bratasena dihadang dua raksasa dan terjadi pertarungan diantara mereka, kemudian raksasa itu berubah menjadi dewa dan Bratasena diberi cincin

    BalasHapus
  19. FITRI FEBRIYANTI
    2611411023

    MENGANALISIS WAYANG "DEWA RUCI"
    BERDASARKAN BHAVA RASA

    A.SOKA “KESEDIHAN”
    Dari cerita wayang tersebut yang bisa digolongkan ke dalam Bhava Rosa adalah ketika bratasena ditinggal kedua orang tuanya Pandu dan Madrim yg dimasukkan ke dalam Kawah Candradimuka

    B.HASA “HUMOR”
    Dari cerita wayang tersebut yang bisa digolongkan ke dalam Bhava Hasa adalah ketika Punakawan datang yaitu Semar, gareng, petruk, bagong. Mereka datang dengan menyanyikan tembang pocung dan dilanjutkan beberapa tembang lainnya.

    C.UTSAHA “KEBERANIAN”
    Dari cerita wayang tersebut yang bisa digolongkan ke dalam Bhava Utsaha adalah ketika bratasena tidak pernah takut, tidak pernah gentar dalam mencari ilmu. Dia berani pergi ke hutan candramuka dan samudra minangkalbu, melawan para buta dan ular nagaraja. Hingga akhirnya dia mampu melawan dan melewati segala rintangan yang menghadang.

    D.BHAYA “KETAKUTAN”
    Dari cerita wayang tersebut yang bisa digolongkan ke dalam Bhava Bhaya adalah ketika Kunti bermaksud menghalangi Bratasena pergi ke Samudra Minangkalbu dalam rangka mencari maksud dari Tirta Pawirta. Kunti takut akan keselamatan Bratasena, sehingga dia bermaksud untuk menghalangi kepergiannya.

    E.KRODA “KEMARAHAN”
    Dari cerita wayang tersebut yang bisa digolongkan ke dalam Bhava Krodha adalah ketika Hanoman, tunggal bayu, menaka, jajag wreka dan gajah situbanda berusaha menghalangi kepergian Bratasena dengan kemarahan dan akirya terjadilah sedikit konflik.

    F.UTSMAYA “KEHERANAN”
    Dari cerita wayang tersebut yang bisa digolongkan ke dalam Bhava Vismaya adalah ketika Bratasena mampu meyakinkan saudaranya dengan tekadnya yang kuat dalam mencari ilmu sehingga ia mampu menyelesaikan konflik dengan saudaranya diatas.

    G.NIRVEDA/SAMADEVA “GEMBIRA/TENANG”
    Dari cerita wayang tersebut yang bisa digolongkan ke dalam Bhava Nirveda/samaveda adalah ketika bratasena bertemu dengan dewa ruci, dan karena bratasena telah melampaui semua rintangan, dibawah alam sadarnya dia mampu menyingkap tabir untuk dekat dengan Tuhan melalui masuk ke dalam tubuh dewa ruci. Hingga akhirnya mereka pun bersatu. Dewa ruci kini berada ditubuh bratasena.



    Dari cerita wayang Dewa Ruci, saya tidak menemui adanya Bhava Jugupsa dan Bhava Rati. Namun demikian, berikut saya tuliskan pengertian dari kedua Bhava tersebut.
    H. JUGUPSA “KEJIJIKAN”
    I.RATI “KENIKMATAN”

    untuk keterangan lebih lanjut mengenai analisis dapat dibuka dalam blog saya http://fitrifebriy.blogspot.com/


    cukup sekian dan terima kasih :)

    BalasHapus
  20. Nama :Ika setiyawati
    NIM :2611411006
    Prodi :Sastra Jawa

    Analisis wayang "Dewa Ruci" berdasarkan Bhava-Rasa


    1.Rati : Kenikmatan
    Rasa : smgara
    Cuplikan : Saat Bratasena masuk kedalam jasad Dewa Ruci pada saat bertemu didalam samudra

    2.Rati :humor
    Rasa : hasya
    Cuplikan :Saat Bagong,Petruk,Gareng bertemu dengan Ramanya untuk mengajarkan ilmu

    3.Rati :Kesedihan
    Rasa : Soka
    Cuplikan :Saat Bratasena menemui ibunya Kunthi untuk ijin mencari ilmu

    4.Rati : kemarahan
    Rasa : Kroda
    Cuplikan :Saat Bratesena bertemu dengan raksasa

    5.Rati : keberanian
    Rasa : utsaha
    Cuplikan :Saat Bratasena mencari ilmu ke Gunung Candramuka dan masuk ke samudera

    6.Rati : ketakutan
    Rasa : bhaya
    Cuplikan :Saat Permadi mengkhawatirkan Bratasena belum pulang mencari ilmu

    7.Rati : keheranan
    Rasa : vismaya
    Cuplikan :Saat Bratasena disuruh masuk ke jasad Dewa Ruci,,,sepertinya tidak masuk akal...padahal Dewa Ruci itu lebih kecil daripada Bratasena

    8.Rati : ketegangan
    Rasa : dirveda
    Cuplikan :saat Bratasena bertemu dengan 2 raksasa dan menjadi Bayu dan Indra

    BalasHapus
  21. Nama : Wahyu Dwi Kismawarni
    Nim : 2611411007

    • Kesedihan /Soka
    Pandu di masukkan dalam kawah candra dimuka.
    • Keberanian/utsaha
    Brata sena mencari kayu gung susuling angin di puncak gunung candra dimuka
    • Kenikmatan/rati
    Sebagai tanda terima kasih kau ku beri cincin bernama sesotya mustika manic candrama, cincin ini adalah untuk mendekatkan diri kepada tuhan gunanya kau bisa mengarungi dasar samudra
    • Ketenangan/nirveda/samaveda
    Bratasena kayu artinya niat,gung artinya besar,susuh angin adalah pusat nafas,niat yang besar itu akan terlaksana jika disertai dengan peraturan nafas. Heningnya pikiran mengendapnya panca indra dan tenangnya rasa
    • Keheranan/vismaya
    Bratasena menyakinkan mencari ilmu untuk saudaranya sehingga bisa menyelesaikan masalah saudaranya
    • Ketakutan/bhaya
    Bratasena pergi pada saat dia ijin kepada ibunya, ibunya sedih karena takut kehilangan bratasena
    • Humor/basa
    Gareng,petruk,semar,datang dan menyanyikan tembang pocong.

    BalasHapus
  22. Nama: Dany Kristian Agustinus
    NIM : 2611411021

    Delapan Bhavarasa dalam wayang kulit
     Kenikmatan : Saat Bratasena masuk ke dalam raga Dewi Ruci untuk mencari arti jati dirinya saat mencari tirta parawita.
     Humor : Saat Semar memberikan pembelajaraan kepada Petruk,Gareng dan Bagong mengenai kalakone kanthi laku.
     Kesedihan : Saat Kunthi berat untuk merelakan Bratasena pergi mencari ilmu.
     Kemarahan : Saat Sengkuni memarahi Drona karena telah membiarkan Bratasena pergi mencari ilmu.
     Keberanian : Saat Bratasena mencoba mencari ilmu di Gunung Candamuka dan ke Samudra dan menghadapi berbagai rintangan dan peperangan.
     Ketakutan : Saat Permadi meminta kepada Drona untuk menyusul Bratasena karena sampai tengah hari belum kembali dari samudra.
     Keheranan : Saat Anoman mencoba untuk menghalangi Bratasena menuju samudra tetapi dengan kekukuhan Bratasena ,Anoman kalah saat melawan Bratasena,Sebenarnya Anoman hanya mencoba mengukur seberapa besar keinginan Bratasena dalam mencari ilmu.
     Ketegangan : Saat di Gunung Candramuka Bratasena dihadang ,dan terjadilah peperangan yang akhirnya dimenangkan oleh Bratasena,dan akhirnya Bratasena diberi cincin Sesotya Mustika Manik Candama.

    BalasHapus
  23. TIA MUKTI FATKHUR ROKHMAH (2611411019 )

    Mencari Bhava Rasa dari lakon Dewa Ruci
    Dewa Ruci
    Bima diutus untuk mencari "Kayu gung Susuhing Angin" yang dianggap terdapat di pegunungan Reksa Muka (simbol dari lima indera manusia). Bima tidak menemukan benda tersebut. Tetapi ia bertemu dengan raksasa kembar yang hampir saja membunuhnya. Kedua raksasa tersebut kemudian bisa dikalahkan dan berubah wujud menjadi dewa-dewa yang memberi tahu Bima bahwa Kayu Gung Susuhing Angin adalah suatu perumpamaan.
    Bima kembali untuk menemui Durna untuk meminta tambahan keterangan dan wejangan ilmu tentang arti kehidupan. lalu Durna mengatakan bahwa Ilmu Kasempurnaan itu terdapat di dasar lautan. Bima kemudian mohon pamit pada ibu dan saudara-saudaranya untuk mengembara. Meskipun mereka menahannya, Bima tetap berangkat. Ketika memasuki lautan, dia diserang oleh seekor ular besar yang hampir membunuhnya, tetapi dengan kekuatan kuku Panchanakanya, dia dapat membunuh ular tersebut.
    Makin dalam memasuki lautan, Bima menjadi tidak sadarkan diri. Ketika ia membukakan matanya, ia melihat mahluk seperti dirinya, tetapi dalam ukuran kecil yakni DEWA RUCI. Dewa Ruci meminta Bima untuk masuk kedalam badannya, melalui telinga kirinya. Walaupun dewa ini sangat kecil, tetapi Bima dapat masuk ke dalam tubuh Dewa Ruci dan menemukan dirinya berada pada suatu dunia yang sangat mengagumkan, damai, dan indah, dimana ia merasa sangat nyaman dan karena itu Bima ingin tetap tinggal disana. Dewa Ruci kemudian menjelaskan makna dari apa yang dilihatnya dan makna dari kehidupan. Menjawab keinginan Bima untuk tinggal disana, Dewa Ruci mengatakan ia boleh tinggal disana setelah kematiannya. Tetapi untuk saat ini, ia harus kembali ke bumi bersama dengan saudara-saudaranya untuk melaksakan kewajiban sebagai ksatria. Bima mengikuti Dewa Ruci dan kembali ke dunia nyata untuk melanjutkan perlawanannya memerangi kejahatan, membela saudara-saudaranya melawan Kurawa.

    BalasHapus
  24. Bhava Rati / Rasa Smgara / Kenikmatan
    · Rasa kenikmatan muncul di adegan ketika Bratasena mengalahkan dua raksasa dua raksasa tersebut adalah penjelmaan Batara Bayu dan Batara Indra. Kejahatan bisa dikalahkan dengan niat dan tekad yang baik dan berani.
    · Bratasena mengalahkan semua rintangan, sehingga dia bisa bertemu dengan sang Dewa Ruci, sehingga mendapatkan ketentraman dan kenikmatan.


    2. Bhava Hasa / Rasa Hasya / Humor
    · Ketika punakawan bercengkrama tentang bratasena yang mencari kasempurnaan hidup. Adegan ini bernama adegan gara-gara.

    3. Bhava Soka / Rasa Karuna / Kesedihan
    · Saat Dewi Kunti, Puntadewa, dan Permadi di tinggal Bratasena mendalami ilmu kepada gurunya, karena guru Bratasena bukan guru olah batin melainkan guru perang.


    4. Bhava Kroda / Rasa Rauda / Kemarahan
    · Sengkuni marah dan tidak percaya dengan rencana Resi Drona yang menyuruh
    Bratasena pergi mencari Kayu Gung Susuhing Angin, bisa mengakibatkan Bratasena mati.

    5. Bhava Utsaha / Rasa Vira / Keberanian
    · Saat adegan Bratasena pergi meminta ijin dan doa restu kepada gurunya ke Gunung Candramuka untuk mencari Kayu Gung Susuhing Angin.

    6. Bhava Bhaya / Rasa Bhayanaka / Ketakutan
    · Saat adegan Dewa Pandu dan keluarganya mendapatkan cobaan.
    · Saat adegan Dewi Kunti di tinggal Bratasena mendalami ilmu kepada Drona, karena Dewi Kunti takut bila terjadi apa-apa dan kehilangan Bratasena.

    7. Bhava Jugubsa / Rasa Vibhatsa / Kejijikan
    · Resi Drona mengejek Sengkuni karena kelicikan sengkuni yang ambisius dengan kekuasaan

    8. Bhava Vismaya / Rasa Adbutha / Keheranan
    · Saat adegan pandu dan madrim untuk masuk ke kawah Candradimuka.
    · Bratasena masih bingung dengan penjelasan Batara Bayu dan Indra tentang penjelmaan mereka menjadi Raksasa.



    9. Bhava Nirveda ( Samaveda ) / Rasa Santa / Ketenangan
    · Bratasena merasa tentram dan tenang setelah mencapai Ilmu kesempurnaan (Ma’rifat) dan kemudian ketika bersatu dengan Sang Dewa Ruci, hatinya tenang tanpa kesedihan, tanpa rasa gundah.

    BalasHapus