Gegurutan kuwi prinsipe pada karo puisi Indonesia modern. Ana geguritan kang sifate peteng (prismatis) ana uga kang asifat padhang (transparan). Kuwi manut angel lan gampange anggone maca nganti mudheng (pemahaman).
Nanging kudu dingerteni yen prinsip nulis geguritan kuwi ya ora beda karo nulis karya sastra liyane, kayata prosa. Kudu disiyagakae saka ngarep: (1) gagasan apa kang arep diwedharake (tema lan amanat), (2) terus ditata nganggo alur sing runtut, dadi ora mencolot mrana mrene, (3)dilakoke nganggo tokoh sapa, aku lirik apa wong liya (aku lirik ora kudu pada karo aku penulis), (4) sukur ana pidakane setting wektu lan panggunan sing cetha, (5)terus disimpen ing gaya bunyi, gaya kata, gaya kalimat, lan majas kayadene metafora lan personifikasi. Sing banget mbedakake antarane geguritan lan prosa, punjere mung ana ing tembung SINIMPEN, tegese ora blaka.
Bonari Nabonenar:
G U R I T
gurit mung papan kanggo istirah
kayadene gubug cilik
ing tengah sawah ing antarane kemreceke manuk emprit ngonceki gabah
gurit mung papan kanggo istirah
kanggo sayah apa kanggo kang makarya wegah
gurit mung papan kanggo istirah
kayadene gubug cilik ing tengah sawah
ramerame mbakar jagung nyadhong wangsit
gendhakan dhedhemitan
gendhakan karo dhemit
dhemit gendhakan
ing gubug cilik ing tengah sawah
gurit mung papan kanggo istirah
tembungtembug ukaraukara padha sayah
sawise dirodhapeksa diajak nyebarake dora
apuskrama lan pitenah
gurit mung papan kanggo istirah
17 januari 1988
RAMA SHINTA
Uripna uripe damar ing telenging jiwa
Shinta, jalaran aku asipat langit
Lan sliramu iku critane bumi
Awan lan wengi pinesthi
Manunggal ing donya langit
Ngrukti wiji wijiling rasa
Katresnan ora bakal pinisah
Samodra bawera lan alas gung
Shinta, dheweke mardika
Menyang endi kudu tumiba
Kaya lumepase warastra
Ngaras akasa
Dening: Widodo Basuki
Meditasi Alang- Alang, Kumpulan Geguritan 2004
Tugas:
Silakan tulis komentar berupa ulasan dalam bahasa Indonesia tentang nilai estetis satu geguritan yang dimuat di majalah berbahasa Jawa, lengkap dengan teks geguritan, nama pengarang, nama majalah, nomor edisi, dan tanggal terbit.
FARAH NUR AFINI
BalasHapusNIM. 2611411018
GEGURITAN
Yen Rembulane Moblong, Paman
Dening I. Kunpriyatno
yen rembulane moblong, paman
aku kangen sanja menyang plataranmu
nggelar klasa sangisore wit gayam
jejadhuman karo ngematke swarane
bocah – bocah sing padha dolanan
yen rembulane moblong, paman
aku kangen ngrungokake gumelegere guyumu
sanadyan sawah lan tegal siji mbaka
siji ilang. Sanadyan anak lanang
milih ngumbara ing paran
suthik ngopeni lemah warisan
yen rembulane moblong, paman
aku kangen nyekseni marang keteguhanmu
nggegem sawijining kapitayan. Ngadhepi
owah – owahane jaman. Kaya watu karang
sing ora nate gigrig nantang jumlegure
alun ing satengahe wahudayan
Penjebar Semangat;Nomor 50. 12 Desember 2009
NILAI ESTETIKA GEGURITAN
Nilai estetika dalam suatu geguritan dapat dilihat dari berbagai sisi. Dari aspek maknanya sendiri, geguritan berjudul “Yen rembulane mbolong, paman” memiliki nilai estetika dalam makna tersurat yang menggambarkan mengenai kerinduan “aku liris” kepada sosok “paman”. Kerinduan yang memunculkan paradigma bahwa sosok “paman” dalam geguritan adalah sosok yang mengagumkan sehingga membuat “aku liris” begitu menyukainya karena sifatnya yang luhur, humoris, penyayang, teguh pendirian, kuat, dan sabar.
Sedangkan dalam makna tersiratnya, geguritan ini menggambarkan bahwa orang yang baik akan selalu indah dalam kenangan seseorang, begitu juga bahwa dalam menjalani hidup, setiap orang hendaknya selalu sabar dalam menghadapi segala cobaan dan teguh pendirian. Nilai estetika yang lain yaitu dari aspek bunyi dalam geguritan. Dari aspek bunyi, dapat kita temukan rima akhir baris yaitu:
• milih ngumbara ing paran
• suthik ngopeni lemah warisan
Selain itu, dalam aspek bentuk ditemukan majas hiperbola dalam geguritan diatas seperti dalam baris yang berbunyi :
• aku kangen ngrungokake gumelegere guyumu
Kemudian terdapat pula majas simile yang membandingkan keadaan penyifatan paman yang kuat dan teguh pendirian dengan gambaran batu karang, yaitu :
• aku kangen nyekseni marang keteguhanmu
nggegem sawijining kapitayan. Ngadhepi
owah – owahane jaman. Kaya watu karang
sing ora nate gigrig nantang jumlegure
alun ing satengahe wahudayan
Setelah kita melihat beberapa aspek diatas, dapat pula kita melihat nilai estetika dari geguritan diatas yang berupa diksi/pilihan kata. Dalam hal ini, geguritan menggunakan diksi berupa bahasa jawa ngoko disertai dengan bahasa-bahasa kias lain yang menimbulkan keapikan dari segi irama dalam membaca geguritan tersebut. Disamping itu jika kita lihat dari pengulangan kata “aku kangen” disetiap baitnya, penulis sepertinya ingin menunjukkan sesuatu kepada pembaca. Penonjolan kata tersebut dapat kita maknai bahwa sosok “paman” yang dirindukan “aku liris” sudah tidak ada lagi raganya/meninggal, sehingga penulis akhirnya menonjolkan kata “aku kangen” dengan menulisnya secara berulang karena sudah tidak mungkin untuk menemuinya lagi. Dari segala nilai estetis yang ada inilah, dapat kita ambil kesimpulan bahwa geguritan karya I. Kunpriyatno ini bersifat penggambaran mengenai kekaguman dan kerinduan pada sosok orang pada masa lalu yang telah mengisi memori “aku liris” dan memang pantas untuk di kagumi olehnya, yaitu sang paman.
URIPATUL AENI
BalasHapus2611411005
ANALISIS GEGURITAN
KELINGAN
Dening : Fitri Nurhayati
Tansah ngumbara wira-wiri
Ketar-ketir nggoleki jati dhiri
Umpama prau kang lumaku :
Oling
Kasempyok ombak segara.
Banjur kelingan ngendikane bapak
“Nduk, lakonana uripmu kanthi esthi
Aja mengo,
Sadurunge methik gegayuhanmu.
Mengo lan manthuka,
Yen kabeh pangajabmu,
Antuk ijabah Gusti Kang Murbeng dumadi.
Aja nganti lena,
Kang kudu koklakoni kanggo nggayuh urip kang sejati,
Lakonana !
Aja sulap nyawang donya.”
(Kapethik saka : Antologi Geguritan Paguyuban SLENK)
Tema : kekarepan
Amanat : jikalau kita ingin meraih cita-cita pandanglah ke depan, jangan menengok ke belakang. Dan jika keinginan kita telah tercapai, jangan sampai kita terlena oleh harta.
Point of view : Orang pertama tunggal (aku) tapi bukan aku lirik.
Analisis geguritan bisa dilakukan dengan menganalisis gaya bahasa. Gaya bahasa meliputi gaya kata dan gaya kalimat. Dalam analisis gaya bahasa yang dibahas adalah diksi, fonologi, morfologi, fraseologi, dan sintaksis.
A. Gaya Bahasa
1. Diksi
Kajian diksi dilakukan dengan memperhatikan aspek etimologi dan semantik. Diksi pada geguritan ini pastinya memanfaatkan diksi bahasa daerah, terutama bahasa Jawa. Baik diksi bahasa Jawa kuno ataupun bahasa Jawa yang baru. Beberapa kata Jawa Kuno Pada geguritan di atas salah satunya kata lumaku. kata ini berasal dari kata laku dan mendapat seselan um. Kata lumaku sendiri berarti berjalan. Kata selanjutnya adalah kata kasempyok , dimana kata itu merupakan kata yang berasal dari bahasa Jawa kuno yang berarti “kena” (dalam bahasa Jawa). Ataupun terkena sesuatu yang menyebabkan benda tersebut bergerak, dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan gerakan angin.
2. Fonologi
Tataran bahasa yang kedua adalah fonologi. Fonologi itu sendiri adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari bunyi bahasa. Tataran fonologi pada geguritan ini ditekankan pada perulangan bunyi. Kemudian Perulangan bunyi ditekankan pada pada perulangan bunyi seperti asonansi dan aliterasi. Asonansi adalah perulangan bunyi hidup. Sedangkan aliterasi adalah perulangan bunyi mati. Ketar-ketir nggoleki jati dhiri. Kata yang bergaris bawah merupakan bunyi asonasi. Karena mengulang bunyi i di akhir kalimatnya. Perulangan ini menimbulkan nilai estetik tersendiri.
URIPATUL AENI
BalasHapus2611411005
3. Morfologi
Tataran morfologi yang dibahas adalah beberapa morfologis. Pertama adalah penggunaan afiksasi yang ditemukan dalam geguritan tersebut. Adapun contoh kata-kata tersebut diantaranya adalah kata lumaku yang terdiri dari kata laku yang mendapat seselan um dan kata Koklakoni yang berasal dari kata lakoni yang mendapat prefiks kok.
Yang selanjutnya adalah penggunaan bentuk ulang, salah satunya kata wira-wiri dan ketar-ketir. Bentuk perulangan ini menggunakan cara perubahan vokal. Perulangan kata tersebut dipilih untuk memberi makna usaha mencari jati diri.
Yang terakhir adalah pemanfaatan kata majemuk. Contohnya kata jati dhiri. Kata jati dhiri merupakan kata majemuk karena terdiri dari dua unsur, yaitu unsur kata jati dan kata dhiri.
4. Fraseologi
Menurut Kridalaksana, fraseologi membahas masalah cara memahami kata atau frasa dalam tulisan atau ujaran, gaya bahasa, perangkat ungkapan yang dipakai oleh orang atau kelompok tertentu.
Dalam fraseologi ini, yang dibahas adalah persoalan ungkapan khas sebagaimana definisi Kridalaksana di atas. Dalam geguritan ini pastinya menggunakan ungkapan khas yang berasal dari bahasa Jawa, karena definisi geguritan itu sendiri adalah puisi Jawa. Kita analisis salah satu ungkapan khas tersebut. Yakni ungkapan antuk ijabah Gusti Kang Murbeng Dumadi Ungkapan khas tersebut digunakan oleh pengarang sebagai sarana pengungkap ajaran moral yang bersifat religius.
Pembahasan mengenai fraseologi yang kedua adalah gaya kalimat.
struktur kalimat sebagai suatu gaya dalam geguritan kelingan. Adapun struktur kalimat yang terdapat dalam geguritan tersebut adalah dalam kalimat pendek.
Kalimat pendek merupakan kebalikan kalimat panjang. Dimana kalimat panjang adalah rangkaian sejumlah kata yang tak terbatas yang berhubungan secara sintagmantik (Nurgiantoro, 1995 : 293). Pemilihan kalimat pendek dalam geguritan ini tampak pada kalimat berikut :
Lakonana !
Kata lakonana sebagai salah satu kalimat yang terdapat dalam geguritan itu mempunyai makna memerintah mengerjakan pekerjaan pada kalimat sebelumnya, yakni kalimat ...aja nganti lena, kang kudu koklakoni kanggo nggayuh uripmu kang sejati.
5. Majas
Majas yang dipakai pada gerguritan di atas salah satunya adalah majas simile. Majas tersebut terdapat dalam baris ke tiga yakni : Umpama prau kang lumaku...
kalimat tersebut diumpamakan pada mereka yang sedang mencari jati diri ataupun mencari keinginan mereka.
B. ESTETIKA
Dari segi estetika, geguritan ini mengandung begitu banyak nilai estetika, dari segi bahasa dan makna. Dari segi bahasa telah kita analisis di atas. Sedangkan dari segi makna bisa kita cari maknanya. Sebelum mencari makna secara keseluruhan (isi) geguritan tersebut, kita mencari beberapa makna kata kunci terlebih dahulu :
Ngumbara : lunga sebaran-baran
Kasempyok : kena
Pangajab : kekarepan
Ijabah : kaleksanan
Sulap : silau
Makna isi yang terkandung dalam geguritan itu adalah ketika kita mempunyai suatu keniatan jangan sampai kita melihat masa lalu sebelum mencapai keniatan (keinginan) kita tadi. Setelah keniatan (keinginan) kita terkabulkan oleh yang maha kuasa, hendaknya kita jangan sampai terlena oleh harta yang telah kita dapat dari hasil pencapaian keinginan kita tersebut.
Nama : Wahyu Dwi kismawarni
BalasHapusNim : 2611411007
Karya :Nining riyadi
Di ambil di majalah panjebar semangat
Tanggal 15 april 2009
Dzikir
Nalika tengah wengi
Ing sepining wanci
Lelangon iku daktembangake
Nalika bagaskara
Tumapak ing angkasa
Lelangon iku daktembangake
Nalika pawongan padha balapan
Ing rodane wektu
Lelangon iku daktembangake
Nalika wayah surup
Sregege wis angslup
Lelangon iku daktembangake
Nalika jagat salin pakeliran
Sang kresna nasab buana
Lelangon iku daktembangake
Hasbunallah wa nikmal wakil
Nikmal maulana waa nikman nashir
Kanthi lelangon iku
Muga
Jiwa lan kalbuku
Ora gothang saka
Tresna lan asih
Marang sapepadha
Analisis Geguritan
Geguritan di atas berjudul dzikir,Tema geguritan di atas adalah berdoa dan rasa bersyukur,sudut pandang geguritan adalah aku. Nilai estetika pada aspek bunyi dalam geguritan yaitu, aspek bunyi di temukan di akhir baris yaitu :
Nalika tengah wengi
Ing sepining wanci
Dari geguritan
Setelah itu kita dapat melihat aspek lain yaitu dari segi pilihan kata atau diksi, kata yang digunakan geguritan di atas yaitu menggunakan bahasa jawa krama inggil dan krama alus. Dan diksi yang lain menggunakan salah satu bahasa asing, yaitu Bahasa Arab dari contoh geguritan di atas ada beberapa kata yang dapat ditemukan adalah kata dzikir dan Hasbunallah wa nikmal wakil Nikmal maulana waa nikman nashir, kata-kata ini berasal dari Bahasa Arab. Di dalam geguritan di atas terdapat beberapa kata yang dikajji dalam morfologi, sebagai contoh dari geguritan di atas adalah kata-kata balapan (balap+an), daktembangake(dak+tembang+ake). Geguritan di atas bermajas simile.Amanat dari geguritan di atas adalah kita harus selalu bersyukur, dan selalu ingat kepada yang Maha Kuasa.
KIDUNG KASEPEN
BalasHapusAdheming wengi
Kaya dene adheming kalbu iki
Ngalamun tanpa nyata
Nyawang petenging mega
Dhewe ing kene
Tansah setya ngenteni
Tekane sliramu sing dak tresnani
Bebarengan lumunturing maruta
Aku titip salam tresna
Kanggo sliramu sing dak anti
Saben wengi mung bisa ngenteni
Tanpa ngerti kapan tekane sliramu
Ing kene papan iki
Sing wis dadi saksi
Yen sliramu bakal bali
Dadi panglipuring ati
(Putri Jati Nur Intan)
Penjebar Semangat No. 11-12 Maret 2011
terjemahan bahasa indonesia
CERITA KESEPIAN
Dinginnya malam ini
Sedingin hatiku saat ini
Melamun tanpa nyata
Memandang gelapnya malam ini
Sendiri disini
Selalu setia menunggu
Menunggu dirimu yang kusayang
Bersama hembusan angin
Aku titip salam sayang
Untuk dirimu yang ku tunggu
Setiap malam hanya bisa menanti
Tanpa tahu kapan dirimu kan datang
Datang disini, ditempat ini
Yang telah menjadi saksi
Jika nanti dirimu kembali
Menjadi penyejuk hati
FITRI FEBRIYANTI
BalasHapus2611411023
ANALISIS GEGURITAN
Geguritan diatas menceritakan tentang kerinduan seseorang terhadap kekasihnya. Geguritan tersebut seolah-olah menjadi nyata ketika pengambilan setting waktu berada dimalam hari dan penokohan menggunakan kata ‘aku’, kata ‘aku’ bukan hanya dialami oleh sang pengarang namun juga bisa dialami oleh sang pembaca.
Selain setting waktu, setting tempat ‘ing kene, ing papan iki’ juga menjadi bagian yang bermakna puitis, setting tempat ini menggambarkan seolah-olah telah terjadi peristiwa atau kejadian khusus diantara pasangan tersebut.
Dalam geguritan diatas memiliki alur cerita yang runtut, pertama dari perkenalan yaitu Adheming wengi, Kaya dene adheming kalbu iki, Ngalamun tanpa nyata, Nyawang petenging mega, Dhewe ing kene. Selanjutnya, inti permasalahan yaitu Tansah setya ngenteni, Tekane sliramu sing dak tresnani, Bebarengan lumunturing maruta, Aku titip salam tresna, Kanggo sliramu sing dak anti, Saben wengi mung bisa ngenteni, Tanpa ngerti kapan tekane sliramu. Yang terakhir bagian penyelesaian yaitu Ing kene papan iki, Sing wis dadi saksi, Yen sliramu bakal bali, Dadi panglipuring ati.
Tokoh yang diceritakan geguritan diatas adalah seseorang yang memiliki rasa sabar, serta setia menunggu datangnya kekasih, walaupun tidak tahu kapan kekasihnya datang, tokoh tersebut akan tetap menunggu karena mereka telah membuat janji di tempat mereka bertemu.
Gaya bahasa yang digunakan dalam pembuatan geguritan diatas diambil dari bahasa sehari-sehari masyarakat jawa. Hanya terdapat beberapa majas personifikasi Bebarengan lumunturing maruta, Aku titip salam tresna, arti kata tersebut seolah-olah angin mampu mengantarkan salam saying kepada kekasihnya. Selain kata itu juga ada kata Ing kene papan iki, Sing wis dadi saksi, artinya tempat seolah-olah mampu menjadi saksi bertemunya sepasang kekasih tersebut.
Geguritan diatas juga menggunakan majas perbandingan, terdapat dalam kalimat Adheming wengi, Kaya dene adheming kalbu iki, kata yang ditebalkan tersebut sebagai pertanda adanya perbandingan antara dinginnya malam dan dinginnya hatiku.
Dari segi gaya bunyi, geguritan diatas memiliki rima akhir dalam baris, yakni:
Ing kene papan iki
Sing wis dadi saksi
Yen sliramu bakal bali
Dadi panglipuring ati
Kalimat diatas sudah jelas rima yng dimaksud adalah sama-sama berakhiran ‘I’.
Setelah kita mengetahui makna geguritan diatas, amanat yang kita ambil adalah sabarlah menunggu kedatangan seseorang dan jadilah orang setia terhadap pasangan.
Lilis Nawati
BalasHapus2611411013
Sastra Jawa
GEGURITAN
LAYANG KAGEM IBU
Ibu
Saka lemah pangulandaran kene
Anakmu kirim layang
Nyuwun donga pangestu
Bakal methik kembang
Susumping sotya
Bakal lungguh dhampar kencana
Linambaran babut sutra
Ibu
Kanthi dlancang seta kiyi
Anakmu ngantu rawuhmu
Ngasta sasuwek pangapura
Pinangka nambal kaluputan
Anakmu kang wus kesupen
Sega thiwul sambel korek ndesa
Dangdangane ibu sewengimuput
Datan sare kanggo aku
Biyen kae
Ibu
Estu dakantu rawuhmu
Ing dina pahargyan tembe
Nyuwun uga ibu ngasta
Sega thiwul sambel sagodhan
Binungkus godhong gedang
Anakmu kangen
Kapethik saka : antologi gegurut ( sewindu pustaka candra)
Analisis
Geguritan " Layang Kagem Ibu “ mempunyai nilai estetis yang dapat dilihat dari unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam geguritan tersebut.
• Tema : meminta do’a restu
• Amanat : jangan pernah melupakan orang tua karena pengorbanannya sangat besar.
Pada umumnya aspek keindahan sastra didominasi oleh gaya bahasa.
Di dalam karya sastra aspek – aspek keindahan itu dapat ditinjau melalui dua segi yang berbeda, yaitu segi kebahasaan dan keindahan itu sendiri. Dalam bidang sastra yang diperhatikan adalah aspek yang pertama karena bahasa merupakan medium dalam karya sastra.
Pendapat saya tentang nilai estetis yang terkandung dalam geguritan yang berjudul ” Layang Kagem Ibu” ini memiliki nilai estetis dalam segi kebahasaan yaitu adanya diksi, dan penggunaan bahasa kiasan seperti pada kata “ bakal methik kembang ” dan “ ngasta sasuwek pangapura ”. Selain itu dari sisi isinya geguritan ini memiliki makna yang berupa nasehat untuk para pembaca agar selalu ingat kepada orang tua karena pengorbanan orang tua sangat besar .
ARIFUDIN
BalasHapus2611411009
SASTRA JAWA
ANALISIS GEGURITAN
Sepi
yen aku dhong lungguhan
dheke kang dadi seksi
yen aku dhong miwir lintang
dheke iku kang ngancani
yen aku dhong takon werdine urip
dheke kang ngewangi ngudharai
yen aku dhong tak tik tak tik
dheweke ora lungsi ngguyoni
lan setia ngandhani terusna kang
menawa ana asile kena nggo tuku kotang
ora ana wong cubriya.
Karya : Yono Hs
Semarang, 20 Mei 1996
(Pustaka Candra. Edisi 197 1996/1997)
Setelah membaca geguritan ini menurut saya nilai estetika yang ada Pada geguritan ini cenderung menggunakan makna-makna kiasan dan gaya-gaya bahasa, sehingga geguritan karyanya tersebut terasa lebih indah dan menarik. Dilihat dari pilihan katanya, geguritan ini mengggunakan makna-makna konotasi. Biasanya seorang penulis dalam membuat karyanya cenderung menggunakan makna kiasan karena penggunaan makna kiasan tersebut digunakan oleh penulis untuk memperindah bahasa dan kata-kata dalam karya tersebut
BalasHapusPada geguritan karya Yono Hs yang berjudul Sepi ini, pengulangan juga terjadi berkali-kali. Pengulangan tersebut disebut rima awal, karena pengulangan terjadi pada awal baris. Pada geguritan ini, pengulangan sangat penting sekali dan merupakan aspek yang ditonjolkan untuk memperindah dan memperjelas geguritan ini.
Geguritan ini juga menggunakan gaya bahasa, yaitu metafora. Contohnya pada kalimat, yen aku dhong miwir lintang. Gaya bahasa metafora digunakan dimaksudkan untuk melukiskan atau mengatakan sesuatu dengan membandingkannya dengan sesuatu yang lain sehingga dengan cara tersebut, pembaca akan lebih dapat menangkap maksud yang diharapkan penulis. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, geguritan ini akan menjadi lebih menarik dan lebih indah.
Selain itu, geguritannya juga cenderung berisi keluhan-keluhannya ketika menghadapi hidup, kejadian-kejadian yang terjadi pada kehidupan sehari-hari serta pesan-pesan yang disampaikannya ketika melihat dan menghadapi fenomena yang seperti itu. Hal tersebut disampaikannya melalui sebuah karyanya yang berbentuk geguritan.
Dwi Haryadi
BalasHapus2611411024
Kalungse
Nggagas rumeksa cangkriman
Jroning ati sadawane laku
Tan kena sinasap pepenginan
Labuh marang angen – angen
Kaya during nate wanuh
Marang lurung dawa tanpa wates iki
Kangmangka saben mlebu metune napas
Tansah binundhel lan terus ginagas
Nganti linu sumeleh ati
Rantas lembaraning rasa
Lan lintang panjer rina sing sayah ngumbara
Layone kumampul ing tengahing segara
Bokmenawa pancen kudu ngendhang iline angin
Kapitayan tumangsang ing pangpang mega
Kekendelan sing mung kari samenir
Musna kabuncang gilir gumantine mangsa
Turiya Ragilputra
Ambal Kebumen, Februari 2009
Analisis
Geguritan ini bertenakan sebuah penyesalan seseorang. Amanat yang dapat kita ambil untuk kedepanya jika akan melakukan sesuatu segeralah laksanakan. terjadi pada suasana malam hari. Penulis banyak menggunakan bahasa kiasan dalam menulis geguritan ini. Dibuktikan dengan Rantas lembaraning rasa merupakan majas personifikasi.
NAMA : ANA SHOFIANA
BalasHapusNIM : 2611411020
PRODI : SASTRA JAWA
Wus mesthine
Wus mesthine,
Gusti Allah nora salah nulis skenario,
Lakon-lakon kang padha playon,
Angoyak samubarang wektu!
Wus mesthine,
Gusti Allah nora salah nulis skenario,
Lakon-lakon kang padha ngadeg,
Anyangga abote urip nang donya!
Wus mesthine,
Gusti Allah nora salah nulis skenario,
Lakon-lakon kang padha ngglundung,
Ngiteri jagad golek upa!
Wus mesthine,
Gusti Allah nora salah nulis skenario,
Lakon-lakon kang padha nyenyadhong,
Nyuwun panduming pangupajiwa...
Nganti tumekane titi wanci
Lakon-lakon padha dadya layon
Rinda Asy Syifa
PANJEBAR SEMANGAT EDISI 11 JUNI 2011
Analisis
Gagasan
Tema ( sebuah keadilan dari Allah S.A.W)
Amanat (Setiap uasaha dari seseorang yang diniati dengan ikhlas, pasti mendapat berkah dari Yang Maha Kuasa, dan setiap kehidupan pasti akan berakhir yaitu dengan kematian, namun dalam kehidupan kita harus berusaha untuk mencapai kehidupan yang sebenarnya)
Alur yang digunakan dalam geguritan “Wus Mesthine” menggunakan alur maju, karena disini menceritakan sebuah kehidupan yang berakhir dengan sebuah kematian.
Tokoh yang digunakan dalam geguritan “Wus Mesthine” tersebut menggunakan sudut pandang orang pertama dan ketiga, karena disini disebutkan seorang pengarang menceritakan kehidupan seorang tokoh atau orang lain, namun disini pengarang juga menyebutkan sebuah kehidupan dari kehidupannya sendiri.
Setting dari geguritan tersebut memang tidak terlihat secara jelas, namun jika kita pahami bersama didalamnya mengandung suatu tempat yaitu pada semua tempat dari suatu kehidupannya.
Waktu yang diperlihatkan dari geguritan diatas pada siang maupun malam.
Gaya bunyi terlihat dari cara penulisan pengarang yang memakai tanda seru (!), koma (,), maupun titik-titik (...)
Gaya bahasa yang dipakai dalam geguritan diatas sangat dalam sehingga mengandung makna yang sangat tinggi.
Majas yang digunakan dalam geguritan tersebut adalah majas hiperbola ringan.
isi dari geguritan tersebut apa ?
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusIsi geguritan nya apa?
HapusNama :Ika Setiyawati
BalasHapusNIM :2611411006
Prodi:Sastra Jawa
GEGURITAN
BAYI
(Dewi soeprobo)
Lairmu babarmu
Tinuntun kawah
Abantal embing-embing
Ora sepiraa alambar ludira
Totohane nyawa awit wohing sutresna
Ora sepiraa kowe mulya
Gempilaning jiwa raga
Sing ana kuwasa
Sajerone lantarane kowe ana
Wong tuwa
Kowe dakgegadhang
Kowe dakkudang
Supaya kendel perang
Merangi sakaliring hawa
Amrih bedhamen kang ana
Wisma lan nagara
Pusaka candra no 113 1989-1990
Kapetik buku “Aku seneng Basa Jawa 5” kelas 5 SD
Penyusun: Dr.Sudi Yatmana, dkk.
Penerbit :Erlangga
Analisis Geguritan
1.Tema
Tema adalah landasan atau dasar pijakan bagi penyair untuk mengembangkan geguritan. Tema juga merupakan gagasan pokok yang diungkapkan dalam sebuah geguritan.
Dalam geguritan yang berjudul “Bayi” bertemakan pengorbanan/ perjuangan seorang Ibu kepada sang buah hati.
2.Alur
Alur adalah cerita secara runtut dari geguritan yang dapat disimpulkan
Dalam geguritan yang berjudul “Bayi” dapat diceritakan setelah 9 bulan hidup dari seorang ibu kini tubuhnya harus hidup sendiri dari sel telur menjadi embrio menjadi janin menjadi triyulnan sel dan menjadi seorang bayi.Perjuangan ibu saat ia mendesak untuk keluar.Perjuangan ibu yang sangat mulia walaupun nyawa taruhannya.
3.Gaya kata, gaya bunyi, gaya kalimat, majas
BalasHapusKata-kata dalam geguritan bersifat padat, selain itu juga bersifat konotatif sehingga memiliki banyak penafsiran makna. Kata-kata yang dituangkan dalam geguritan merupakan kata-kata pilihan peyair dengan maksud penyair tersebut dapat mengungkapkan ide dan perasaannya secara tepat. Di samping itu, pemilihan kata kata ditujukan juga untuk member unsure estetis (keindahan) dalam geguritan
Dalam geguritan yang berjudul “Bayi” mempunyai banyak gaya kata diantaranya:
•Penyimpangan dala bentuk morfologi sering dilakukan untuk tujuan tertentu seperti ingin menimbulkan kesan estetik.Pada kalimat
Kowe dakgegadhang
Pada kutipan geguritan tersebut berasal dari kata gegadhang yang mendapat prefiks Bahasa Jawa / awalan dak-. Kata itu dipilih untuk menimbulkan efek estetik.
•Pada kutipan ora sepiraa kowe mulya . Pilihan kata sepiraa menimbulkan kesan yang mengandung makna menegaskan sehingga penggunaan kata itu justru mempunyai efek menghidupkan cerita.
•Penggunaan bentuk ulang / reduplikasi pada kata embig-embing, bentuk perulangan ini menggunakan persamaan bunyi vocal atau dalam Bahasa Jawa disebut dwilingga.
•Dalam kutipan Kowe dakgegadhang , pada kata kowe menggunakan pemanfaatan sinonim untuk sebutan persona kedua.
•Penggunaan kata jiwa raga merupakan kata majemuk karena terdiri dari 2 unsur, yaitu kata jiwa dan kata raga. Pilihan kata mejemuk itu menimbulkan kesan suatu perjuangan dengan seluruh jiwa raga.
•Ungkapan wohing sutresna yang mempunyai makna “buah kasih sayang” dimana orang tua memberikan kasih sayang kepada seorang anak walaupun masih didalam kandungan maupun sudah lahir.
•Ungkapan memerangi sekaliring hawa berarti dimana manusia yang hidup maupun yang baru lahirpun dianugerahi berbagai hawa nafsu. Dan sebagaimana kita menjadi manusia dapat memerangi dan menahan hawa nafsu tersebut.
Majas / gaya bahasa
Majas adalah bahasa kias yang dipergunakan untuk menimbulkan kesan imajinatif atau menciptakan efek-efek tertentu bagi pembaca/ pendengar.
Dalam geguritan yang berjudul “Bayi” mempunyai banyak majas diantarannya adalah
•Majas Paralelisme ini merupakan majas perulangan bunyi yang biasanya ada di dalm geguritan. Tampak dalam kutipan
Kowe dakgegadhang
Kowe dakkudang
Pada kutipan di atas mengandung perulangan diawal baris disebut anaphora.
•Majas metafora adalah majas perbandingan yang diungkapkan secara singakt dan padat.
Tampak dalam kutipan wohing sutresna yang mempunyai makna “buah kasih sayang”
•Majas tautology adalah majas penegasan/ perulangan menggunakan kata bersinonim. Tampak dalam kutipan lairmu babarmu
Kata di atas termasuk kata yang bersinonim
•Majas personifikasi adalah majas yang membandingkan benda-benda tak bernyawa seolah-olah mempunyai sifat seperti manusia.Tampak dalam kutipan
Tinuntun kawah
Gaya bunyi
BalasHapus1.Nada
Nada adalah bentuk sikap / penyair terhadap pembaca yang menyangkut tinggi rendahnya bunyi. Nada di dalam geguritan yang berjudul “Bayi” bersifat keharuan yang membuat pembaca merasa terharu.
2.Rima dan irama
Rima adalah persamaan sajak pada baris-baris geguritan.Persamaan dalam hal vocal disebut asonansi sedangkan konsonan disebut aliterasi. Persamaan pada awal baris disebut anafora,dan di akhir baris disebut epifora
Dalam geguritan berjudul “Bayi”terdiri dari 4 bait yang masing-masing terdiri dari 4 baris
Bait kedua bersajak vocal a di akhir baris yang disebut asonansi.
Bait ketiga baris 1 dan baris 2 bersajak vocal a diakhir baris disebut asonansi
Bait ketiga baris 3 dan baris 4 bersajak vocal e diawal baris disebut anafora
Bait keempat baris 2 sampai baris 4 bersajak vocal a diakhir baris disebut asonansi
Pesan/ Amanat
Pesan / amanat adalah hal yang ingin disampaikan oleh penyair kepada pembaca lewat kata-kata dalam geguritan. Makna dapat ditelaah setelah pembaca memahami tema, nada, dan suasana. Amanat juga dapat tersirat dari susunan kata-kata yang dibuat oleh penyair.
Amanat yang dapat dipetik pada geguritanyang berjudul “Bayi” adalah Sebagai anak harus menghormati dan berbakti kepada orang tua yang sudah merawat dan membesarkan dari kita masih dalam kandungan sampai hidup di dunia hingga sampai sekarang ini. Dan bisa menjadi anak yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, bangsa dan agama.Terutama seorang ibu yang telah melahirkan kita. Betapa besar pengorbanan ibu.
Candi Asri Dewi
BalasHapus2611411011
GEGURITAN
Gayus
Jenengmu misuwur
Ngungkuli pejabat dhuwur
Kabarmu ngetern, ngluwihi presiden
Bandha donyamu mubra mubru
Ngasi bisa kasembadan apa sing kok luru
Neng tahanan, kanggomu kaya neng swarga
Bisa nglencer mrana-mrana
Pasang aksi, mlebu TV
Kaya plesirmu neng Bali
Lan sadhengah papan kang asri
Ah… kapan aku bisa dadi Gayus…?
Dhuwite milyardan
Kena kanggo urip foya-foya pitung turunan
Banjur…. dhuwit saka ngendi?
Wong uripku trima dadi kuli
Ora bisa ngakali
Lan ya ora ana sing aweh upeti
Mbuh ah… nalarku ora gaduk
Ya wis ben, aku trima urip rakasa
Saben dina ngendelke tenaga
Nanging ora dadi klilipe
Bangsa lan Negara
TERJEMAHAN GEGURITAN
Gayus
Namamu terkenal
Melebihi pejabat tinggi
Kabarmu terkenal, melebihi presiden
Benda duniamu dimana-mana
Sampai tercapai apa yang kamu cari
Di tahanan, bagimu seperti di surga
Bisa pergi kemana-mana
Pasang aksi, masuk TV
Seperti perjalananmu di Bali
Dan tempat indah yang lain
Ah… kapan aku bisa menjadi Gayus
Uangnya milyardan
Bisa untuk berfoya-foya sampai tujuh turunan
Lalu…. uang darimana?
Sedangkan hidupku hanya terima menjadi kuli
Tidak bisa menipu
Dan juga tidak ada yang member upeti
Tau lah… nalarku tidak sampai
Biarlah, aku terima hidup susah
Setiap hari mengandalkan tenaga
Akan tetapi tidak menjadi klilip
Bangsa dan Negara
ANALISIS GEGURITAN
BalasHapus1. Tema dan amanat
• Tema
Tema yang diceritakan dalam geguritan tersebut adalah seorang koruptor yang hidupnya sangat mewah, bergelimang harta, sampai di penjara pun dia tetap bisa foya-foya.
• Amanat
Kita harus dapat menerima ap yang sudah kita terima, dan jika kita menginginkan sesuatu untuk kebahagiaan kita, kita harus berlaku jujur, karena suatu hal yang didapatkan dengan cara tidak jujur pun hasilnya akan mengecewakan.
2. Alur
Alur yang digunakan dalam geguritan tersebut adalah alur maju, karena oenulis meneritakan secara berurutan.
3. Penokohan
Tokoh di dalam geguritan itu adalah Gayus, yang berwatak liik, tidak punya hati nurani, dan suka berfoya-foya.
4. Setting
• Tempat : tempat yang digunakan dalam geguritan tersebut yaitu Bali dan Penjara.
5. Gaya bahasa
• Majas perumpamaan : nanging ora dadi klilipe bangsa lan Negara.
(Kapethik saka: Panjebar Semangat No. 11 tahun 2011, Tutik Suprapti)
Nama : Afiliasi Ilafi
BalasHapusNim : 2611411001
Prodi : Sastra jawa,S1
NGAMPURANEN AKU
Dening : Idhamsumirat
Sayahing ati iki
Karasa abot . . .
Ngabot-ngaboti jejeging ati
Ngoyak sakemper kang durung mesthi
Kaya ngenteni tibaning udan ing mangsa katiga
Kowe iki kepriye utawa aku kang mesthi kepiye
Wis dakcoba
Dakcoba ngowahi lakuku marang sliramu
Nanging kepiye maneh
Kowe iki ora tau ngrasa tekaning atiku
Ati kang banget tresna marang sliramu
Kaya-kaya iki pancen nasibku kaya mangkene
Nasibing rasa karana-rana katerak maruta
Nimas, ngapurane aku
Ngapura menawa aku tresna marang sliramu
Pajebar semangat No 24-11juni2011
Halaman 40
Analis Geguritan “Ngapuranen aku” Karya dari Idhamsumirat.
Maksud dari geguritan di atas adalah : Seorang lelaki sedang merasakan panah-panah asmara kepada seorang wanita, akan tetapi wanita tersebut tidak tahu dan tak mau tahu apa yang dirasakan sang lelaki tersebut. Lelaki dan wanita tersebut merasa bingung apa yang harus dilakukan, akhirnya sang lelaki tersebut hanya bisa mengutarakannya lewat kata-kata dalam sebuah geguritan.
Dalam geguritan yang berjudul “Ngapuranen aku” , pengarang menggunakan diksi yang bisa mewakili makna-makna yang sebenarnya. Setiap kata yang ditulis oleh pengarang,kata yang digunakan mengandung nilai estetika, akan tetapi totalitas nilai-nilai estetika itu sendiri berada pada isi geguritan tersebut. Ciri khas karya sastra adalah model bahasa,yang artinya aspek-aspek keindahan karya sastra sebagian terbesar ditampilkan melalui medium bahasanya geguritan tersebut. Dalam karya sastra gaya bahasa memang memegangperanan yang sangat penting. Bahasa terdiri dari bahasa lisan atau bahasa tulisan. Bahasa lisan itu digunakan dalam tradisi sastra tulis. Gaya bahasa terkandung unsur-unsur keindahan dengan berbagai bentuk,tetapi perlu disadari bahwa untuk memahami gaya bahasa yang diperlukan pemahaman dasar stilistika sastra yang sangat teramat beragam bentuknya. Kualitas dari sebuah geguritan akan berubah sesuai dengan ruang dan waktu, artinya dalam nilai suatu geguritan ditentukan melalui hubungan antara karya sastra dengan pengarang disatu pihak. Karya sastra dengan para pembaca sebagai proses dimana resepsi dipihak yang lain. Keberhasilan karya sastra didasarkan atas bagaimana cara menciptakan,cara membuatnya,cara merangkai kata-katanya,bukan pada bahan utuk menciptakan geguritan atau karya sastra lainnya.
Adi Tyas Angga Rini
BalasHapus2151407016
Estetika
Menganalisis Geguritan
Nalika Bengawan Asat
Rinoncening mega wus dadi udan liris liris
Tumetes ing agemanmu selendang kembang danliris
Ana ing pinggir bengawan kang asat
Sliramu jumeneng ana ing ngisor pringgading
Kasepen ing wingking gedung RRI
Tembang Setyatuhu sajroning manahmu wus layu
Branta tumekaning lathi kepengin ngeli
Nanging taya bengawan dumugi cethik sukumu
Hamung kembang ceplok ungu sing satipis kembenmu ngrembuyung ana siti bengawan
Iki Desember kang asat, nanging kembang Desember tetep tuwuh abang mbranang
kaya semangka, kadadehan saka sewune dom lancip lancip, sanadyan mung kembang siji
Iki Desember kang asat, celathune wot saka kayu randu
Mugi kersa ngenteni nganti lali, kembang kangkung nganti wangi
Branta kuwi titipna ing witing kemangi
Puitri Hati Ningsih, penyair yang aktif di buletin sastra Pawon. Buku kumpulan puisi pertamanya, Kitab Diri telah diterbitkan.
1. Tema :
Manusia (kesepian)
Isi :
Menceritakan seseorang yang kesepian, menyendiri di tengah keramaian manusia
Amanat :
Bahwa apapun kondisi yang sedang terjadi pada kita, tetaplah semangat seperti bunga Desember yang tetap mekar walaupun pada bulan Desember sendiri sedang tidak ada air (asat).
2. Tokoh :
Dilakukan oleh aku orang lain, yaitu seorang perempuan yang digambarkan memakai kemben dengan selendang kembang danliris.
3. Setting latar :
Rinoncening mega wus dadi udan liris liris
Tumetes ing agemanmu selendang kembang danliris
Digambarkan bahwa pada saat itu awan mendung telah berubah menjadi hujan gerimis yang membasahi selendang bunganya.
Setting tempat :
Ana ing pinggir bengawan kang asat
Sliramu jumeneng ana ing ngisor pringgading
Kasepen ing wingking gedung RRI
Digambarkan berada di tepi sungai yang kering, dia (pelaku) berada di bawah pohon bambu Gading menyepi di belakang gedung RRI
Setting waktu :
Iki Desember kang asat, nanging kembang Desember tetep tuwuh abang mbranang
kaya semangka
Digambarkan ini adalah bulan Desember yang kering, namun bunga Desember tetap mekar merona seperti semangka
4. Gaya bunyi (guru lagu):
Terdapat persamaan bunyi vokal i pada beberapa akhir kata :
Rinoncening mega wus dadi udan liris liris
Tumetes ing agemanmu selendang kembang danliris
Sliramu jumeneng ana ing ngisor pringgading
Kasepen ing wingking gedung RRI
Mugi kersa ngenteni nganti lali, kembang kangkung nganti wangi
Branta kuwi titipna ing witing kemangi
Terdapat persamaan bunyi vokal a pada akhir kata :
Hamung kembang ceplok ungu sing satipis kembenmu ngrembuyung ana siti bengawan
Iki Desember kang asat, nanging kembang Desember tetep tuwuh abang mbranang
kaya semangka
Majas :
Menggunakan Majas Personifikasi (Memanusiakan benda benda yang bukan manusia)
Majas ini terdapat dalam kalimat :
Branta tumekaning lathi kepengin ngeli
Iki Desember kang asat, celathune wot saka kayu randu
Branta kuwi titipna ing witing kemangi
Menggunakan Majas Alegori (menggambarkan)
Majas ini terdapat dalam kalimat :
Rinoncening mega wus dadi udan liris liris
Tumetes ing agemanmu selendang kembang danliris
Tembang Setyatuhu sajroning manahmu wus layu
Nanging taya bengawan dumugi cethik sukumu
Menggunakan Majas Hiperbola (melebih-lebihkan)
Majas ini terdapat dalam kalimat :
Mugi kersa ngenteni nganti lali, kembang kangkung nganti wangi
sumber :
BalasHapusjurnal jawa TEMPE BOSOK
edisi 1 tahun 2010
Nama : Siti Fatimah
BalasHapusNIM : 2611411010
RON GARING
Wengi sansaya atis
nalika aku sesingidan ing sajroning swara gamelan
kang digawa dening angin
prasasat tan kendhat
anggonku kulak warta adol prungu
ananging isih mamring
aku wis pingin cecaketan
obormu kang makantar-kantar
madhangi jangkah lan jagatku
ana ngendi papanmu
lelana tapa brata
tanpa pawarta tanpa swara
aku kadya ron garing
kumleyang kabur kanginan
ing jagat peteng lelimengan
krasa luwih abot
anggonku ngadhepi dina-dina ing ngarep
mlakuku ora mantep
kagubet ribet lan ruwet
adoh saka cahyamu
pedhut ing sakindering pandulu
panjenengan
guruku, sihku, oborku
kancanana sukmaku sinau bab katresnan sajroning ati.
Pengarang: Budhi setyawan
Penjebar Semangat edisi 4, tahun 2008
Analisis
BalasHapusDengan tema kesedihan geguritan diatas menceritakan seseorang yang sedang merasakan kehilangan orang yang selalu ada dikesehariannya namun sekarang tidak tau entah kemana perginya. Terasa nyata bagi pembaca dengan dukungan setting waktu malam hari menggunakan kata “ aku “ yang seolah – olah dia juga mengalami hal yang sama. Adapun pesan yang dapat kita ambil dari geguritan diatas, sayangi, hargai, dan hormati orang yang ada disampingmu sebelum ia akan meningalkanmu untuk selama – lamanya.
Karya ini cenderung menggunakan makna – makna kiasan dan gaya – gaya bahasa, sehingga karya tersebut terasa lebih indah dan menarik untuk diaca. Seperti pada geguritan yang berjudul Ron Garing ini jika dilihat dari pilihan katanya bermakna konotatif karena pada penggunaan makna kiasan sangat berperan penting dalam menambah keindahan geguritan tersebut. Dengan penggunaan kata-kata tersebut mampu menghasilkan imaji tambahan sehingga yang abstrak menjadi konkret dan menjadikan puisi lebih indah dan nikmat untuk dibaca.
Geguritan ini juga menggunakan gaya bahasa, yaitu personifikasi. Contohnya pada kalimat, kang digawa dening angin. Gaya bahasa persoifikasi digunakan dimaksudkan untuk melukiskan atau mengatakan benda mati seoalah – oleh hidup layaknya seorang manusia, sehingga dengan cara tersebut, pembaca akan lebih dapat menangkap maksud yang diharapkan penulis.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusYUSUF SAPUTRA 2611411016
BalasHapusAku lan sliramu
Aku lan sliramu
kaya ril, kiwa lan tengene
bebarengan lumaku
gandhengan tangan saben wektu
ora bakal ketemu
salawase
marga aku lan sliramu
kaya ril kiwa lan tengene
mesthine nglenggana
marang wajib kang ginaris
marang kodrat kang tinakdir
kiwa lan tengen
kosok balen kang ora bisa kapisahake
awit jejere njangkepi siji lan sijine
kaya aku lan sliramu
kang bebarengan lumaku
gandhengan tangan saben wektu
nanging ora bakal ketemu
2003
KIDUNG SAKA BANDUNGAN
Rini Tri Puspohardini
Cetakan Pertama Oktober2011
Penerbit Elmatera Publishing
Tema : dua insan yang saling melengkapi tak mungkin terpisahkan tapi tak bisa bersatu
Amanat : bahwa kodrat tak kan pernah bisa dan tak kan bisa dirubah
Alur : dua orang kekasih yang berjalan bersama setiap waktu dan tak mungkin bisa bersatu tetapi keduanya saling melengkapi dan sudah menjadi kodrat
Sudut pandang : orang pertama tunggal
orang ketiga tunggal
waktu : sepanjang masa
gaya bunyi : terdiri dari dua bait dan delapan belas baris
bait pertama baris pertama berakhiran bunyi U
bait pertama baris kedua berakhiran bunyi E
bait pertama baris ketiga berakhiran bunyi U
bait pertama baris keempat berakhiran bunyi U
bait pertama baris kelima berakhiran bunyi U
bait pertama baris keenam berakhiran bunyi E
bait kedua baris pertama berakhiran bunyi U
bait kedua baris kedua berakhiran bunyi E
bait kedua baris ketiga berakhiran bunyi A
bait kedua baris keempat berakhiran bunyi I
bait kedua baris kelima berakhiran bunyi I
bait kedua baris keenam berakhiran bunyi E
bait kedua baris ketujuh berakhiran bunyi E
bait kedua baris kedelapan berakhiran bunyi E
bait kedua baris kesembilan berakhiran bunyi U
bait kedua baris kesepuluh berakhiran bunyi U
bait kedua baris kesebelas berakhiran bunyi U
bait kedua baris keduabelas berakhiran bunyi U
Majas : majas personifikasi
TUGAS ESTETIKA
BalasHapusNama : Dzulfiqar Ade Fadjri
NIM : 2611411015
LEBARAN
Bali mulih ing susuhe dhewe-dhewe kaya
Manuk-manuk sing wis mabur lunga
Ing benua liya
Mulih bali ana asale
Nyuwun berkah pangestu karo simboke
Kebak dosa lan salahe
Sakwise siyam ing wulan Ramadhan
Mulih bali ing fitrah
Suci maneh tanpa dosa
Mbukak lembaran anyar
Kaya kain mori putih
Wonten ing taubatan Nasuha
Gusti nyuwun ngapura
Sedaya dosa ingkang disengaja lan mboten sengaja
Tasbih lan dzikir kagunganMu
Sedaya jagat khidmat memuji asmaMu
Takbir lan tahmid ing ArsyMu
Sujud lan syukur kagem paduka
Lapangan, mesjid, sujud
Ing dina fitri
Resik kaya kapas
Jembare ati segara
Jerone pangapura
Zakat fitrah tindakna
Fakir miskin lan dhuaafa
Ngresiki Rezeki sing maringi Gusti
Aja lali sega thiwul jangan kara
Bali ana desa
-Tema : Arti Bulan Ramadhan
-Amanat : Jika kita mempunyai banyak salah segeralah meminta ampunan kepada Yang Kuasa, Orang yang kurang mampu wajib jika kasihi
Geguritan dengan judul “LEBARAN” diatas menceritakan tentang arti di Bulan Ramadhan sangat berarti bagi kita, suasananya saat Bulan Ramadhan dan menuju kesucian yaitu Hari Raya. Geguritan itu memaparkan tentang jika kita mempunyai banyak kesalahan kepada orang lain, kita wajib meminta maaf, apalagi saat Bulan Ramadhan adalah waktu yang tepat, meminta berkah di Bulan Suci. Serta kita wajib mengasihi orang yang kurang mampu, kemudian kita harus meminta ampunan yang sebesar-besarnya kepada Yang Maha Kuasa.
Pada geguritan itu makna tersiratnya adalah kembali pada kesucian/ kembali pada fitrah. Aspek bunyi yang ada didalam geguritan tersebut terletak pada rima akhir, seperti:
-Bali mulih ing susuhe dhewe-dhewe kaya
Manuk-manuk sing wis mabur lunga
Ing benua liya
Ada juga Asonansinya, adalah gaya bahasa berupa perulangan bunyi vokal yang sama:
- jagat khidmat
- mesjid, sujud
Majas yang ada dalam geguritan tersebut adalah Asosiasi/Simile, yaitu “Resik kaya kapas, Jembare ati segara”, bahasa yang di gunakan adalah Bahasa Jawa ngoko lan krama. Kemudian dihiasi dengan bahasa-bahasa kiasan yang menambah keindahan geguritan tersebut. Makna yang terkandung adalah jika kita mempunyai salah kepada orang lain baik itu disengaja atau tidak disengaja kita wajib meminta maaf, kembali pada yang fitri. Setting geguritan saat Bulan Ramadhan, menjelang Hari Raya.
Sumber : Panjebar Semangat no.44/ 3 November 2007
Karya : Sus S. Hardjono
1. Geguritan
BalasHapusDaktitipake Sakabehe
Daktitipake dina-dina tembe
Marang lakune srengenge
Tumrap pakulinan-pakulinan
Kang wis kadhung dadi kabudayan
Muga ora Poyang-payingan
Benteyongan kabotan sanggan
Marang girise kahanan
Mesthine ora kena kanggo titikan
Saben jaman nggawa owah-owahan
Saben kahanan ngusung jalaran
Daktitipake wengi marang rembulan
Nalika panglong mung sauntara
Daktitipake wengi marang lintang-lintang
Iku tandha langit
During kaling-kalingan
2. Estetika Geguritan
A. Tema
Geguritan ini bertemakan keprihatinan tentang apa yang terjadi dijaman sekarang ini khususnya “kebudayaan”
B. Amanat
Walaupun jaman sudah berkembang sangat maju jangan lupakan kebudayaan kita dan jagalah kebudayaan itu agar tidak hilang ataupun dicuri orang lain
C. Tokoh
“Daktitipake dina-dina tembe”
Dari penggalan diatas imbuhan “Dak” berarti kepunyaanku. Jadi, tokoh yang digunakan adalah “aku” atau sudut pandang orang pertama
D. Gaya Bahasa
1. Bahasa kiasan
Pada geguritan ini banyak sekali bahasa kiasan yang dituliskan sehingga perlu cara ekstra untuk memahami.
Contoh:
Marang girise kahanan
Mesthine ora kena kanggo titikan
Saben jaman nggawa owah-owahan
Saben kahanan ngusung jalaran
2. Majas
Pada geguritan ini majas yang sering digunakan adalah majas personifikasi.
Contoh:
- Daktitipake dina-dina tembe
- Marang lakune srengenge
- Marang girise kahanan
- Saben kahanan ngusung jalaran
- Daktitipake wengi marang lintang-lintang
- Daktitipake wengi marang rembulan
- Saben jaman nggawa owah-owahan
E. Gaya Bunyi
Geguritan ini jika dibaca, akan berintonasikan datar dan rendah, intonasi tinggi jarang digunakan.
F. Gaya Kalimat
Gaya akhiran (-an) pada sebagian besar kalimat di geguritan ini membuat serasi dan enak didengarnya
Aini Machmudah
BalasHapus2611411004
ANALISIS GEGURITAN
Malem Ganjil
Dening: Joko HN
Kabeh padha manenggkung ing punjering urip
Embuh apa sing diucapke ing sajroning ati
Malem ganjil sing dadi saksine alam
Aja selak apa kandhanane suwara-suwara
Pilih sugih apa mlarat, pilih luwe apa wareg
Pilih susah apa mulya, pilih ayu apa ala
Pilih pangkat apa drajat, pilih mati apa urip
Pilih donya apa akherat
Kabeh suwara-suwara keprungu ing langit
Ora ana kang bisa nutup-nutupi
Ora ana kang ngalang-ngalangi
Ora ana kang nggandholi
Ngucapa, ngucapa, ngucapa
Jujura, jujura, jujura
Elinga, elinga, elinga
Apa sejatine sira
Panjebar Semangat (PS) edisi 37, 12 September 2009.
Geguritan merupakan salah satu hasil cipta karya dari pemikiran serta imajinasi yang tertuang menggunakan kata yang telah dipilih dan diolah dengan sedemikian rupa (endhah), demikian pula dengan geguritan yang berjudul “Malem Ganjil” diatas merupakan suatu kesatuan utuh yang mampu membangun tatanan makna dengan nilai estetika yang nampak dari unsur kebahasaan.
Didalam geguritan “Malam Ganjil” gagasan yang coba disampaikan penggarang kepada pembaca ialah mengenai piweling/ nasehat bahwa Tuhan Yang Maha Bijaksana (Hyang Sukma Kawekas) memberikan pilihan kepada kita untuk memilih diantara dua pilihan hidup yang saling bertolak belakang, tergantung mana yang ingin kita ambil dan kita jalani.
Geguritan dengan judul “Malem Ganjil” karya Joko HN diatas disajikan dengan alur yang runtut mulai dari pengenalan awal berupa setting keadaan (Kabeh padha manenggkung ing punjering urip) dilanjutkan dengan kalimat-kalimat lain yang menimbulkan suatu kesatuan makna tanpa mengabaikan unsur estetis (keindahan).
Tokoh yang dijadikan objek oleh pengarang adalah manusia yang merupakan hamba Sang pencipta, yang hendaknya mau dan mampu memantapkan hati menggapai kemulyaan diri.
Unsur estetis pembangun keindahan yang lain ialah gaya bahasa, dalam geguritan ini pengarang banyak menggunakan majas yang berupa majas personofikasi dan repetisi.
Majas personofikasi nampak pada pilihan kata “Malem ganjil sing dadi saksine alam dan Aja selak apa kandhanane suwara-suwara” yang mencoba memberiakn sifat manusia kepada benda mati atau alam. Majas yang paling menonjol dalam geguritan ini adalah majas repetisi yakni terletak pada 3 bait terakhir yang mengulang kata-kata yang sama sebagai penegasan. Keindahan gaya bahasa inilah yang menjadikan geguritan ini nampak spesial.
Dalam geguritan ini diksi (pilihan kata ) yang digunakan menggunakan rima yang menimbulkan kesan estetis misalnya pada bait terakhir yang menggunakan akhiran “a”
Ngucapa, ngucapa, ngucapa
Jujura, jujura, jujura
Elinga, elinga, elinga
Apa sejatine sir
Amanat yang coba disampaikan pengarang dalam geguritan “Malem Ganjil” ialah bahwasannya hidup dalah pilihan, pilihan antara dua hal yang bertolak belakang ,maka diantara semua pilihan yang ada pilih dan ambil yang mengarah pada pengabdian kepada yang pencipta yaitu kebajikan yang hakiki.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusRON GARING
BalasHapusDening Budhi Setyawan
Wengi sansaya atis
nalika aku sesingidan ing sajroning swara gamelan
kang digawa dening angin
prasasat tan kendhat
anggonku kulak warta adol prungu
ananging isih mamring
aku wis pingin cecaketan
obormu kang makantar-kantar
madhangi jangkah lan jagatku
ana ngendi papanmu
lelana tapa brata
tanpa pawarta tanpa swara
aku kadya ron garing
kumleyang kabur kanginan
ing jagat peteng lelimengan
krasa luwih abot
anggonku ngadhepi dina-dina ing ngarep
mlakuku ora mantep
kagubet ribet lan ruwet
adoh saka cahyamu
pedhut ing sakindering pandulu
panjenengan
guruku, sihku, oborku
kancanana sukmaku sinau bab katresnan sajroning ati.
ini analisisnya gimana?
Geguritan Anjaga dhiri
BalasHapus